PAN Tunggu Skema Kompensasi Kenaikan BBM ala Jokowi
jpnn.com - JAKARTA - Menaikkan atau tidak menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dinilai menjadi tantangan terberat bagi Joko Widodo-Jusuf Kalla begitu menjabat sebagai presiden dan wakil presiden 20 Oktober 2014 nanti. Selain berkaitan dengan stabilitas ekonomi, kenaikan harga BBM harus diikuti dengan kompensasi untuk rakyat miskin.
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Drajat Wibowo mengaku masih menunggu kebijakan Jokowi beserta skema kompensasi yang ditawarkannya. Sebab, skema kompensasi kenaikan harga BBM era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), dianggap gagal mencegah kesenjangan ekonomi.
"Kita akan lihat kebijakan Jokowi masalah BBM ini, skema apa yang dibuat," kata Drajat usai dikusi bertajuk "Prediksi Ekonomi Di Tengah Polarisasi Politik Nasional" di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (11/10).
Menurut Drajat, kalau dari sisi pertumbuhan dan stabilitas ekonomi memang ada kebutuhan menaikkan harga BBM, tapi dari sisi pemerataan, kenaikan harga BBM justru akan memperkaya yang sudah kaya karena kenaikan asetnya akan lebih cepat. Sementara masyarakat berpenghasilan rendah, menengah bawah dan miskin makin ketinggalan, sehingga kesenjangan akan lebih besar.
"Kita ingin lihat bagaimana (kebijakan Jokowi) menyeimbangkan pertumbuhan dan stabilitas dengan pemerataan, ingin lihat skema yang dibangun. Kalau skemanya bagus, bisa saja didukung, kalau tidak bagus bisa kita koreksi," jelas mantan tim ekonomi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa itu.
Nah, bagaimana dengan BLT seperti era Presiden SBY. Apakah harus tetap ada? Drajat tegas menjawab program BLT yang dijalankan selama 10 tahun pemerintahan SBY-Boediono gagal mencegah pembengkakan kesenjangan ekonomi akibat kenaikan harga BBM.
"Faktanya BLT itu gagal mencegah pembengkakan kesenjangan, faktanya 10 tahun pemerintahan SBY, BBM beberapa kali dinaikkan, sudah ada BLT, PNPM, macam-macam skema kompenasi, tapi itu tidak sanggup memperbaiki kesenjangan," tegasnya.
Ditanya dimana letak kesalahannya, Drajat menyebut bisa karena jumlahnya kurang besar, timing tidak tepat hingga program yang dijalankan tidak tepat sasaran. Nah, jika harga BBMm harus naik, kompensasi dengan berbagai perbaikan skemanya harus ada.
JAKARTA - Menaikkan atau tidak menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dinilai menjadi tantangan terberat bagi Joko Widodo-Jusuf Kalla begitu menjabat
- Dampingi Prabowo Bertemu PM Trudeau, Menko Airlangga: Ini Mampu Tingkatkan Perdagangan
- Kemenko Perekonomian Meluncurkan Satgas Jejaring Advokasi Inklusi Keuangan Digital
- Dihadiri 25 Pakar & Praktisi Terkemuka, IKF 2024 Diikuti Lebih dari 1.600 Peserta
- Dukung Indonesia Fintech Summit 2024, Perusahaan Digital Rasakan Literasi Masyarakat Makin Tinggi
- Puluhan Perusahaan Raih BUMN Branding & Marketing Awards 2024
- Korea Pavilion: 24 Brand Ternama Hadir di SIAL Interfood 2024