Pancingan DMO
Oleh: Dahlan Iskan
Leong Putu
Banyak orang begitu menikmati keterbatasannya. Banyak yang hanya diam dan hanya memandang hambatan dalam hidupnya. Tanpa berbuat sesuatu. Eheemmmm...Awas jangan tertipu. Ingat ini Leong Putu.... Namun hari ini, kita diberikan contoh seorang tokoh yang luar biasa, dalam diri Bp. Roby. Membaca komen Bp. Alexs Sujoko di edisi kemarin. Tentang cara membuat minyak kelapa.secara tradisional, mata saya sedikit berkaca-kaca. Ingat masa lalu. Sekitar kelas 5 SD sampai kelas 2 SMP atau sekitar itu. Memarut kelapa untuk diproses menjadi minyak kelapa adalah aktifitas sampingan saya. Memarut dua puluh sampai dua puluh lima butir kelapa sekali proses. Enteng bagi saya. Proses lanjutan dikerjakan ibu saya. Hehehe...... Tentu prosesnya sedikit berbeda dari cerita Pak Alexs, kalau beliau cerita pakai air secukupnya, kalau kami pakai airnya banyak. Sesaat setelah santan pecah lalu keluar minyak, saat itu api kami matikan. Lalu minyak dipisah dari air rebusan . seletah minyak terpisah, barulah minyak ini dipanaskan kembali untuk dimatangkan di wajan. Kenapa kami pakai air yang banyak ? jawabannya : Agar air sisa rebusannya ini bisa kami manfaatkan kembali. Airnya keruh, seperti warna susu, tapi lebih keruh. Air itu kami saring, ada endapannya, halus. Endapan itu kami masak, biasa kami buat pepes. "Pesan tain tlengis" kami beri nama masakan itu. Saya jadi kangen ini kemarin, gara-gara Pak Alexs...hahahaha..... Ke mana sisa air yang lain ?. Bersama ampas kelapa, kami jadikan campiran pakan babi. Saya pelihara babi untuk biaya sekolah. Iya saya, bukan Ibu. Saya ambil alih dari ibu, karena dia tidak "berjodoh" pelihara babi, anak babinya banyak yang mati, sebelum cukup umur untuk dijual. Kapan-kapan saya akan cerita, bagaimana saya pelihara babi untuk biaya sekolah. Kapan kapan kalau ingat, kalau ada kesempatan. Seperti lanjutan Riau 1. Waktu remaja saya, lebih banyak saya habiskan untuk bekerja, bukan belajar. Itu keinginan saya sendiri. Jadi buruh angkut batu bata saat pulang sekolah atau jadi kuli bangunan. Semua saya jalani. Waktu masih sekolah. Untuk biaya sekolah. Bangga rasanya, anak desa, sekolah jaman segitu pakai sepatu merek Crocodille. Entah ORI atau bukan, seingat saya OrI, kata yang jual. Dengan berbagai tantangan hidup tersebut, membuat saya punya tekad. Jika nanti punya kesempatan untuk nikah dan punya anak, anak saya tidak boleh kerja kasar seperti ini, harus sekolah yang tinggi, harus kuliah. Tidak usah banyak-banyak, satu anak saja, asal berhasil. Sekarang anak kami dipercaya tiga anak. Lho kenapa bisa tiga ? ahhh itu sama jawabannya dengan pertanyaan ini : Kenapa pindang gorengnya kok gosong ? Jawabannya sama : Telat ngangkatnya. .. .. Salam... Ooooh iya..kelapa itu bukan punya kami, itu punya saudagar kelapa di desa kami. Kami hanya "mburuh" agar dapat pakan babi dan "pesan tain tlengis" untuk lauk kami.
Hardiyanto Prasetiyo
Sepakbola Rusia barusan hidup tp sekarang mati lagi. Mati akibat standar ganda FIFA. FIFA sanksi Rusia mulai dari klub sampai timnas tdk boleh bermain, yg terbaru spartak moskow dilarang tampil di babak 16 besar Europe League. Beda dgn Israel meskipun sama sama melakukan invasi dan aneksasi tidak ada sanksi sama sekali dari FIFA dgn alasan memisahkan olahraga dengan politik. Tp kali ini FIFA beda sikapnya dgn Rusia, ternyata FIFA pnya standar ganda.
*) Diambil dari komentar pembaca Disway.id
Maka kalau akan ada DMO untuk minyak goreng, rasanya itu sesuai saja dengan lampu kuning yang dikedipkan Bank Dunia.
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi