Pandemi Membuat Orang Australia Makin Religius atau Malah Meninggalkan Agamanya

Pandemi COVID-19 mengubah hubungan sejumlah warga Australia dengan agama mereka. Ada yang meninggalkan agamanya, ada pula yang justru semakin religius.
Seorang mahasiswa di Sydney, Satara Uthayakumaranm, mengaku sempat mengalami "krisis eksistensial" selama tahun-tahun pertama pandemi.
Remaja berusia 20 tahun penganut agama Anglikan yang taat dan tumbuh di gereja ini tiba-tiba mulai mempertanyakan imannya dan keberadaan Tuhan.
Dia mengatakan sebelum pandemi terjadi, dia merasa nyaman “hanya percaya dan mengikuti tradisi gereja” tanpa mempertanyakan apa pun.
Namun, tidak bertatap muka dengan jemaat gerejanya selama pembatasan sosial pandemi mulai memicu keraguannya.
"Banyaknya nyawa manusia yang hilang membuat saya berpikir bagaimana mungkin Tuhan mengizinkan hal seperti terjadi itu?" katanya.
Menghabiskan waktu jauh dari jemaat gereja juga memberinya lebih banyak waktu untuk membaca ayat-ayat rohani di luar Alkitab, yang memicu pertanyaan tentang Gereja Anglikan.
Satara, yang merupakan keturunan Tamil, mulai berpikir bahwa ia dan keluarganya sering kali menjadi satu-satunya jemaat paroki dengan kulit berwarna, meskipun uskup agung Gereja Anglikan di Sydney saat ini adalah orang Sri Lanka.
Pandemi COVID-19 mengubah relasi sejumlah warga Australia dengan agama mereka. Ada yang meninggalkan agamanya, ada pula yang justru semakin religius
- Dunia Hari Ini: Gempa Bumi Berkekuatan 6,2SR Mengguncang Turkiye, 150 Warga Luka-luka
- Tentang Hari Anzac, Peringatan Perjuangan Pasukan Militer Australia
- Dunia Hari Ini: Vatikan Umumkan Tanggal Pemakaman Paus
- 'Nangis Senangis-nangisnya': Pengalaman Bernyanyi di Depan Paus Fransiskus
- Perjalanan Jorge Mario Bergoglio Menjadi Paus Fransiskus
- Paus Fransiskus, Pemimpin Gereja Katolik yang Reformis, Meninggal Dunia pada Usia 88 tahun