Pangkostrad, Anak Medan yang Nakal
Sabtu, 01 Oktober 2011 – 02:22 WIB
Saat di Gereja Kathedral, didampingi Romo Broto, pria yang mengeyam pendidikan di sejumlah negara itu juga tak sungkan masuk gereja, mengagumi arsitektur bangunan gereja.
"Jangan ada pejabat dan tokoh-tokoh masyarakat di Sumut yang membuat pengkotak-kotakan berdasarkan suku dan agama. Jangan dipilah-pilahkan, itu sangat tidak baik," pesannya saat ditanya kondisi Sumut saat ini.
Budaya Batak, katanya, juga sangat membentuk karakternya. "Harus diingat, agama itu belakangan lahir, adat budaya duluan," katanya. "Budaya, dalihan na tolu. Itu yang membuat Sumut bertahan, tak terganggu oleh pengaruh upaya perpecahan dari luar," imbuh pria yang mengawali karir militer sebagai Danton 1/A Yon 521 DAM VIII/Brawijaya, itu.
Penugasan militer, yang selalu di operasi dan tak pernah di intelijen, membuatnya lebih bersifat terbuka dan selalu berpikiran positif. "Berpikir positif, kreatif, dan optimis. Kalau di intelijen, harus curiga terus," ucapnya berseloroh.
GAYANYA khas militer. Tapi, begitu bicara soal kampung halaman, jenderal bintang tiga kelahiran Medan 1954 itu begitu rileks dan antusias. Kenangan
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408