Pansus Bingung Menentukan Peran TNI

Pansus Bingung Menentukan Peran TNI
Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani. Foto: dokumen JPNN.Com

Padahal, lanjutnya, di mana-mana yang namanya UU Terorisme itu bersifat darurat (lex specialist, Red) dengan memberi kewenangan upaya paksa untuk penggeledahan, penyitaan, penahanan dan sebagainya.

”Kewenangan itu yang harus dikritisi bersama dengan perlindungan HAM lebih baik melalui pengawasan Komisi III DPR RI,” tambahnya.

Demikian pula, masih menurut Arsul, soal peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga mesti dipertegas. Misalnya, Densus 88 tetap ada pada kepolisian, tapi yang menggerakkan tetap atas instruksi BNPT.

”Perlunya tim pengawas terorisme oleh Komisi III DPR RI dengan melibatkan peran serta masyarakat,” tambahnya.

Pakar Hukum Pidana UII Jogjakarta, Muzakir mengatakan, jika perlunya revisi UU No 15 tahun 2003 tersebut khususnya terkait pasal yang menyebut ‘Ke-alpaan’ yang menjadikan seseorang bisa dikenai sekaligus menjadi korban terorisme.

Mengapa? Karena yang namanya terorisme itu harus dengan kesengajaan, perencanaan. ”Norma pidananya itulah yang harus diperbaiki secara akademik,” jelasnya.

Selain itu, kata Muzakir, pemberantasan terorisme juga harus diperbarui dengan penanggulangan terorisme. Sebab, kalau pemberantasan itu sebagai pendekatan ‘setengah perang’. Sedangkan penanggulangan lebih untuk mencegah dimana penegakan hukum itu harus menghargai HAM dan berkeadilan.

”Tindak terorisme itu normanya tegas sebagai instrumentatif melindungi HAM sehingga sanksi pidananya juga harus rasional,” pungkasnya. (aen)


Revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Terorisme nampaknya akan kian molor dari yang ditargetkan. Pasalnya, dalam melakukan perumusan terdapat


Redaktur & Reporter : Adil

Sumber Indopos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News