Para Pengamat Ini Kritik Kebijakan Sri Mulyani, Jleb
Tagihan bulanan tersebut berdasarkan realisasi pemakaian telepon atau pulsa di tambah PPN. Artinya PPN hanya dikenakan berdasarkan pemakaian atau konsumsi pulsa yang sesungguhnya.
Namun, kata dia, untuk nomor telepon perdana prabayar, penyelenggara telekomunikasi tidak melakukan penagihan.
Konsep ini, imbuh Anthony, juga sejalan dengan prinsip akuntansi dan perpajakan untuk penyelenggara telekomunikasi. Yakni pendapatannya dibukukan berdasarkan pemakaian aktual pulsa.
Sementara itu, penerimaan uang dari distribusi kartu pulsa dicatat sebagai uang muka dan bukan Pendapatan.
Ini juga dapat diartikan, pelanggan menyimpan uang di penyelenggara telekomunikasi. Artinya, kata dia, belum terdapat proses nilai tambah yang sebenarnya baru terjadi ketika pulsa digunakan atau dikonsumsi pelanggan dan dipotong oleh penyelenggara telekomunikasi.
"Oleh karena itu, PPN untuk pulsa, apabila dikenakan, harus dihitung ketika terjadi pemakaian atau konsumsi pulsa. Jadi, peraturan pengenaan PPN pada pulsa dan Kartu Perdana yang tertuang dalam PMK Nomor 6/PMK.03/2021 dibatalkan," beber Anthony. (ast/jpnn)
Herry Gunawan mempertanyakan klarifikasi Menkeu Sri Mulyani yang menyebut tarif tidak akan terpengaruh ketika pemerintah menetapkan pajak penjualan pulsa dan token listrik.
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan
- PPN 12 Persen untuk Barang Mewah, Ini Penegasan Sri Mulyani
- Bea Cukai Tegal Musnahkan Lima Juta Batang Rokok Ilegal
- Anak Buah Sri Mulyani Klaim Kondisi Perkonomian Indonesia Tetap Stabil jika PPN 12 Berlaku
- Buntut PPN 12 Persen, Pemerintah Bebaskan PPH ke Pekerja Padat Karya
- Kabar Baik Buat Pengguna Sepeda Motor Listrik, Mengecas di Rumah Murah Banget
- Ternyata Daging hingga Listrik Kena PPN 12 Persen, Begini Kriterianya