Partai Ummat & Politik Identitas demi Martabat

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Partai Ummat & Politik Identitas demi Martabat
Amien Rais dan logo Partai Ummat. Foto: screenshot akun Amien Rais Offical di YouTube.

Solusi dari menguatnya politik identitas ini, menurut Fukuyama, bukanlah meninggalkan gagasan identitas, tetapi mendefinisikan sebuah identitas nasional yang lebih besar dan lebih integratif serta memperhitungkan keragaman yang ada.

Diperlukan kebijakan yang lebih inklusif yang lebih merangkul untuk bisa mengendalikan politik identitas yang negatif. Kebijakan yang memecah belah justru memperburuk politik identitas.

Di Indonesia kebijakan nasional cenderung memecah belah dan menempatkan politik Islam sebagai musuh bersama. Gaya kepemimpinan megalothymia ini memunculkan perlawanan isothymia dalam bentuk politik identitas Islam.

Politik identitas Islam di Indonesia adalah upaya untuk mendapatkan kembali martabat dan muruah Islam yang telah dimarginalisasi. Islam memainkan peran besar dalam membentuk identitas nasional.

Islam memainkan peran besar dalam proses kemerdekaan. Islam memainkan peran penting untuk memobilisasi kekuatan rakyat menghadapi penjajahan.

Perang Diponegoro, Perang Padri di Sumatera Barat, Perang Aceh, dan pertempuran 10 November 1945 di Surabaya adalah contoh bagaimana Islam menjadi identitas yang mempersatukan untuk melawan penjajah.

Namun, ada upaya megalothymia untuk menghapus peran sejarah itu. Inilah yang memicu perlawanan dan memunculkan kekuatan identitas.

Bangsa Indonesia sudah sepakat bahwa Pancasila adalah dasar negara yang bisa mengakomodasi kebinekaan. Pancasila menjadi pijakan bersama bahwa Indonesia bukan negara yang berdasar Islam, tetapi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi payung dari empat sila lainnya.

Partai Ummat besutan Amien Rais memilih jalan berbeda dengan menentang arus dan secara terbuka mendeklarasikan diri sebagai parpol pengusung politik identitas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News