Pasal Penghinaan Presiden Masuk di RKUHP, Ini Perbedaan dengan Aturan Lama
![Pasal Penghinaan Presiden Masuk di RKUHP, Ini Perbedaan dengan Aturan Lama](https://cloud.jpnn.com/photo/galeri/watermark/2020/03/04/IMG_20200304_110337.jpg)
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menjelaskan aturan tentang Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden RI di dalam Pasal 218 RKUHP.
Sebelumnya, aturan yang biasa disebut pasal penghinaan Presiden dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006.
Menurut Eddy, aturan tentang Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden RI di RKUHP berbeda dengan warisan lama.
Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) itu kemudian menyinggung perbedaan di sisi delik.
Aturan tentang Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden masuk ke delik aduan dari sebelumnya delik biasa.
"Jadi, kami memberikan penjelasan bahwa ini adalah perubahan dari delik yang bersifat tadinya delik biasa menjadi delik aduan," kata Eddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/5).
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM itu melanjutkan pemerintah tidak berupaya membangkitkan pasal yang sudah digugurkan oleh MK.
Pemerintah menggunakan delik yang berbeda untuk pasal yang memuat Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden di RKUHP.
Menurut Eddy, aturan pasal tentang penghinaan Presiden RI yang masuk di draf RKUHP berbeda dengan warisan lama. Berikut penjelasannya
- Saksi Ahli di MK: Tindakan KPU Barito Utara Sudah Sesuai Parameter Pemilu Demokratis
- Kubu Harun-Ikhwan Ungkap Fakta Baru, Optimistis Hadapi Putusan MK
- Sengketa Pilkada Barito Utara Diterima MK, Praktisi Hukum: Ini Bukti Ada Pelanggaran
- Dampak Efisiensi Anggaran, MK Cuma Mampu Bayar Gaji Sampai Mei 2025
- MK Diminta Jeli Menyikapi Gugatan Pilgub Papua Pegunungan
- Ketua KPU Barito Utara Sebut Sudah Jalankan Seluruh Aturan Pilkada