Pasal Penghinaan Presiden Masuk di RKUHP, Ini Perbedaan dengan Aturan Lama

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menjelaskan aturan tentang Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden RI di dalam Pasal 218 RKUHP.
Sebelumnya, aturan yang biasa disebut pasal penghinaan Presiden dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006.
Menurut Eddy, aturan tentang Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden RI di RKUHP berbeda dengan warisan lama.
Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) itu kemudian menyinggung perbedaan di sisi delik.
Aturan tentang Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden masuk ke delik aduan dari sebelumnya delik biasa.
"Jadi, kami memberikan penjelasan bahwa ini adalah perubahan dari delik yang bersifat tadinya delik biasa menjadi delik aduan," kata Eddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/5).
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM itu melanjutkan pemerintah tidak berupaya membangkitkan pasal yang sudah digugurkan oleh MK.
Pemerintah menggunakan delik yang berbeda untuk pasal yang memuat Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden di RKUHP.
Menurut Eddy, aturan pasal tentang penghinaan Presiden RI yang masuk di draf RKUHP berbeda dengan warisan lama. Berikut penjelasannya
- Spei Yan dan Arnold Dilantik, Pilkada Pegunungan Bintang Disebut Tanpa Pelanggaran
- LPP SURAK Siap Mengawal Keputusan MK Terkait PSU di 24 Daerah
- ILDES Siap Gugat UU Kementerian ke MK Soal 5 Wamen Rangkap Jabatan Jadi Komisaris BUMN
- MK Batalkan Ade Sugianto Jadi Bupati Tasikmalaya Terpilih, PPP Jabar: Alhamdulillah
- Buntut Pilkada Kukar Harus Diulang, Arief Puyuono Minta DKPP Pecat Seluruh Anggota KPU
- MK Perintahkan Pemungutan Suara Ulang Pilkada Siak di 3 TPS, Ini Kata KPU