Pasal Penghinaan Presiden Muncul lagi, Padahal Sudah Dibatalkan MK, Yasonna Jawab Begini
"Saat ini aturan tersebut bedanya menjadi delik aduan. Kalau dibiarkan, ketika saya dihina orang, saya punya hak secara hukum untuk melindungi harkat dan martabat," ujar Yasonna dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR, di Jakarta.
Lebih lanjut Yasonna juga mengatakan, pasal penghinaan presiden dalam RKUHP erbeda dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia mengutarakan bahwa Indonesia akan menjadi sangat liberal, kalau tidak ada aturan terkait dengan penghinaan presiden/wapres.
Karena itu, harus ada batas-batas yang harus dijaga sebagai masyarakat Indonesia yang beradab.
"Misalnya, di Thailand lebih parah aturannya, jangan coba-coba menghina raja, urusannya berat. Bahkan, di Jepang dan beberapa negara hal yang lumrah," ujarnya.
Yasonna mencontohkan dirinya tidak masalah kalau disebut tidak becus dalam menangani lapas dan imigrasi karena itu adalah kritik terhadap kinerja.
Namun, lanjut dia, jangan sekali-kali menyerang harkat dan martabatnya, misalnya mengatakan dirinya sebagai anak haram jadah.
"Kalau sekali menyerang harkat dan martabat saya misalnya dikatakan anak haram jadah, wah, di kampung saya tidak bisa. Dikatakan anak PKI, tunjukkan kalau saya anak PKI," katanya.
Pasal penghinaan presiden muncul lagi di RKUHP, padahal telah dibatalkan MK, Yasonna bilang begini.
- 14 Daerah di Sumut Tunggu Putusan MK terkait Hasil Pilkada 2024
- Tim Hukum DIA Bakal Bongkar Dugaan 1,6 Juta Tanda Tangan Palsu di Pilgub Sulsel
- Willy Yoseph Cabut Permohonan PHPU Gubernur Kalteng, Agustiar Sabran Tunggu Dilantik
- Tim Andika-Hendi Beber Kecurangan: Kami Minta MK Batalkan Hasil Pilkada Jateng
- Jumlah Anggota Koalisi Parpol di Pilpres Perlu Diatur Mencegah Dominasi
- Kubu Harun-Ichwan Minta MK Klarifikasi Soal Akun Ini