Pasir Putih

Dahlan Iskan

Pasir Putih
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Pun kalau Anda tidak bosan, rasanya saya yang mulai bosan: menulis kisah perjalanan ini. Seperti tidak ada urusan lain yang lebih besar saja.

Misalnya soal makan siang yang jadi makan bergizi itu: apanya yang salah. Atau heboh soal habib: keturunan Nabi Muhammad atau bukan.

Benarkah ada yang sengaja menjadikannya isu pertentangan tak kunjung padam di kalangan Islam.

Baca Juga:

Begitu banyak kejadian di dalam negeri. Namun, saya di El Paso. Di sebelah pagar perbatasan Amerika Serikat dengan Meksiko.

Terus di kawasan itu pun bosan. Sudah berhari-hari yang terlihat hanya gurun. Udaranya pun panas. Jalannya lurus-lurus --membosankan. Hanya seperti menyusuri garis-garis di buku tulis.

Lalu saya sempat berdebat dengan Janet --sayangnya dia didukung suaminyi: mampir ke Pasir Putih atau tidak. Saya bilang tidak. Mereka bilang harus.

Baca Juga:

''Kapan lagi bisa ke sini,'' katanyi.

Perjalanan begitu jauh. Tidak mungkin mereka akan ke sini lagi hanya untuk ke Pasir Putih. Saya bilang, itu tidak penting. Bukan kasus BTS yang kalah sinar dengan kasus timah --sayangnya mereka tidak mengerti apa itu BTS dan timah.

Kami pun keliling kota mencari si kafe. Google mengatakan: kami sudah sampai. Tujuan Anda di kiri jalan. Tidak ada kafe. Yang ada rumah biasa. Tertutup.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News