Pasukan Khusus Ini Berjalan Tidak dengan Kaki, Tetapi Pakai Tangan dan Kepala

Pasukan Khusus Ini Berjalan Tidak dengan Kaki, Tetapi Pakai Tangan dan Kepala
Sisi bangunan Stasiun Demak saat malam hari. Foto: Wahib Pribadi/Jawa Pos Radar Semarang

“Ya, dekat kloneng sepur itu,” katanya.

Doni Pranata, warga Setinggil, Kota Demak, menuturkan, dia membuka kedai kopi pada sore hari dan tutup hingga jam 23.00.

“Saya baru tiga bulan menempati ruang stasiun ini. Biasa saja sih,” ujarnya.

Meski bangunan lama, tetapi stasiun tetap menjadi tempat yang nyaman untuk berjualan kopi.

Stasiun Demak didirikan di zaman penjajahan Belanda. Baru dioperasionalkan sekitar 1923. Pada 1986, aktivitas stasiun berhenti total.

Sejak saat itu, hingga sekarang, kondisi fisik bangunan Stasiun Demak cukup memprihatinkan. Bangunan lama khas arsitektur Belanda itu makin tua dan kurang terawat.

Beberapa genteng stasiun bahkan sudah ada yang lepas. Hanya sebagian lingkungan stasiun saja yang terlihat lebih unik.

Ini karena bagian depan stasiun tersebut disulap menjadi kafe dan tempat pengembangan tanaman bonsai.

Warga sekitar Stasiun Demak menyebut pasukan khusus itu Wadadu. Seperti apa ceritanya?

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News