Patricia Deandra, Kartini Muda Pembelah Angkasa

Usia 21 Tahun, Sudah Kantongi 100 Jam Terbang

Patricia Deandra, Kartini Muda Pembelah Angkasa
Foto: Agus Wahyudi/Jawa Pos

Rute pertama Dea adalah Medan–Gunung Sitoli di Sumatera Utara. Dia sangat gembira dan bersemangat. Kala itu untuk kali pertama Dea mengemudikan pesawat besar. Saat masih bersekolah, dia hanya menerbangkan pesawat Cessna bermesin tunggal.

Karena baru kali pertama memegang ATR, Dea merasa banyak sekali yang harus dikerjakan. Persiapan penerbangan ternyata sangat banyak dan beragam. Mulai cuaca, kondisi pesawat, hingga komunikasi dengan menara kontrol. ’’Overall seru dan saya menikmati,’’ lanjut putri pasangan Kapten Pilot Heri Susatyo Sasono dan Caritas Catrimurni itu.

Meski begitu, pekerjaannya tidak lantas berjalan mulus mulus. Dea mengisahkan pengalaman menerbangkan pesawat ke Kalimantan Timur. Kala itu dia harus menerbangkan pesawat dari Balikpapan menuju Berau saat malam dalam kondisi cuaca buruk.

Menurut Dea, cuaca saat itu terbilang ekstrem. Sepanjang perjalanan, hujan turun dengan derasnya. ’’Awan dan petirnya banyak, pesawat waktu itu bergoyang (turbulensi) kenceng banget,’’ tuturnya. Untung, sistem autopilot pesawat tidak sampai disengage (mati atau tidak berfungsi).

Kemudian, ketika akan landing di Berau, visibility (jarak pandang) kurang dari 4 kilometer dan di sekitar landasan masih penuh awan. ’’Jadi runway-nya nggak kelihatan dan kondisinya basah, itu ngeri banget menurut saya,’’ lanjut sulung di antara dua bersaudara tersebut.

Setelah menceritakan kondisi penerbangan, Dea tersenyum ketika ditanya tentang apa yang ada dalam pikirannya saat itu. ’’Saya takut mati,’’ ucapnya. Yang jelas, sembari berusaha mengendalikan pesawat, lantunan doa terus terucap dari bibirnya. Sejak belajar di sekolah penerbangan di Denpasar, dia didoktrin untuk tidak panik dalam kondisi seburuk apa pun.

Doktrin itu menjadi modal positif Dea untuk mendaratkan pesawat dengan selamat di Berau. Apabila panik, dia tidak akan bisa berpikir apa yang harus dilakukan saat berada dalam kondisi semacam itu.

Untuk saat ini, Dea mengatakan masih menikmati penerbangannya bersama pesawat ATR. Dalam setahun ke depan, dia sebenarnya memiliki kesempatan bersekolah lagi untuk menjadi pilot pesawat jet. Namun, Dea belum berpikir untuk langsung pindah pesawat. ’’Saya itu orangnya fokus,’’ ujarnya. Dia akan terus menggeluti ATR sampai kemampuannya benar-benar teruji. Apabila ada kesempatan untuk pindah pesawat, Dea memilih airbus. ’’Pada dasarnya airbus dan ATR hampir sama,’’ tambahnya.

Beberapa tahun belakangan, profesi pilot makin terbuka dan diminati perempuan. Salah seorang peminatnya adalah Patricia Herwita Christabel Agatha

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News