Paus–Ayatollah

Oleh: Dahlan Iskan

Paus–Ayatollah
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Sistani sendiri –dalam beberapa wawancara di masa itu– mengatakan, pembunuhan terhadap umat Kristen bukan dilakukan oleh umat Islam Iraq melainkan oleh pengikut aliran Wahabi yang datang dari luar.

Dengan kalimatnya itu, Sistani seperti ingin mengesankan bahwa di Iraq tidak ada masalah antara Syiah dan Sunni. Yang membuat masalah adalah masuknya Wahabi ke Iraq.

Tanpa menyebut nama, yang dimaksud tentunya satu ini: Arab Saudi. Yakni negara yang beraliran Wahabi.

Mungkin yang dimaksud Sistani adalah Arab Saudi sebelum era putra mahkota Mohamad bin Salman. Kini Arab Saudi kian menuju ke arah liberal.

Kedatangan Paus ke Iraq telah menenangkan umat Kristen. Apalagi Paus bertemu Ayatollah Sistani.

Sistani seperti agak berbeda dengan umumnya Ayatollah di Iran. Sistani percaya pada demokrasi. Bahkan ia mengecam demokrasi di Iraq belum bisa diterapkan sepenuhnya.

Sikap Sistani itu menarik di kalangan Barat. Sejak lima tahun lalu beberapa lembaga di Inggris –juga kolumnis terkemuka harian New York Times mengusulkan Sistani untuk mendapat hadiah Nobel perdamaian. Demikian juga asosiasi umat Kristen di Iraq.

Pun, Paus Francis. Telah membuat sejarah penting. Beliau begitu ngotot datang ke Iraq –di tengah semua bahaya yang ada.

Ayatollah mengenakan jubah kebesaran imam besar Syiah: serbahitam. Paus mengenakan jubah kepausan: serbaputih.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News