PBHI dan Imparsial Mendorong Pentingya Reformasi Peradilan Militer

Pernyataan itu dinilai berbahaya karena yang memiliki kapasitas sebagai kuasa hukum dalam kasus tindak pidana umum telah diatur secara jelas hanya dimiliki oleh advokat tersumpah.
Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat telah diatur mereka yang berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara seperti Anggota TNI dan Polri dilarang untuk menjadi advokat
Dengan demikian, apabila anggota TNI dinyatakan dapat menjadi penasihat hukum, hal ini dinilai merupakan penghinaan terhadap profesi advokat.
"Sebetulnya UU Advokat sudah mengunci bahwa siapa pun boleh menjadi advokat asal syarat-syaratnya terpenuhi yakni asal bukan pegawai negeri sipil atau pejabat," kata Bahrain.
Selain itu, Bahrain menilai anggota TNI tidak tepat ketika menjadi advokat karena TNI adalah pegawai negeri sipil.
"Dasar hukum yang disebutkan Kababinkum yaitu melalui SEMA, sudah tidak tepat karena sudah ada dasar hukum baru yaitu UU Advokat," tuturnya.
Menurut Bahrain, kekacauan terkait militer aktif yang menjadi advokat ini terjadi akibat belum dibenahinya reformasi peradilan militer melalui revisi UU 31 tahun 1997.
"Dalam konteks reformasi peradilan militer, pemerintah selama ini seperti jalan di tempat atau bahkan mundur," ujar Bahrain.
PBHI dan Imparsial mendorong pentingnya reformasi peradilan militer melalui revisi UU Peradilan Militer sebagai amanat reformasi.
- MPSI Minta Masyarakat Tak Ragu Komitmen Prabowo Lakukan Reformasi Pemerintahan
- Febri Ditarget KPK Setelah Jadi Pengacara Hasto, Forum Advokat Indonesia Ungkap Kecaman
- 8 Organisasi Advokat Desak KPK Hentikan Kriminalisasi terhadap Febri Diansyah
- PBHI Ajukan Amicus Curiae Soal Perkara PK Alex Denni
- Usul Advokat soal RKUHAP: Larangan Mempublikasikan Sidang Tanpa Izin Pengadilan
- Andrea Dorong RUU KUHAP Pentingkan Perlindungan HAM melalui Peran Strategis Advokat