PD Tolak Hapus Sistem Suara Terbanyak
Selasa, 21 September 2010 – 06:24 WIB
Bila tidak ada caleg di suatu daerah pemilihan (dapil) yang perolehan suaranya mencapai 100 persen bilangan pembagi pemilih (BPP), penentuan caleg terpilih kembali ke nomor urut. BPP adalah harga kursi di suatu dapil yang dihitung dengan membagi jumlah pemilih sah dengan kuota kursi yang tersedia.
Perbaikan, kata Anas, dilanjutkan pada Pemilu 2009 melalui sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. "Bahkan, dalam prosesnya, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya menetapkan model penetapan calon terpilih berdasar suara terbanyak," tegas mantan ketua umum PB HMI itu.
Anas menyampaikan, kalau konteksnya kewenangan partai yang menjadi alasan untuk menghidupkan kembali proporsional tertutup itu, fakta hasil Pemilu 2009 perlu dicermati. Menurut dia, nomor urut yang ditentukan partai tetap punya pengaruh cukup besar dalam perolehan suara calon anggota legislatif. "Artinya, kewenangan partai untuk menyusun daftar calon berdasar nomor urut tetaplah nyata. Meski nomor urut saja bukan jaminan," tegas Anas.
Dia menambahkan, bagi pimpinan partai, sistem proporsional dengan daftar calon tertutup memang pilihan yang paling enak dan bisa "dimainkan" untuk memenuhi kepentingan tertentu. Namun, Anas berpendirian, sebenarnya bukan kepentingan itu yang harus dilayani.
JAKARTA - Wacana yang dilontarkan PDIP untuk menghapus sistem suara terbanyak dan kembali ke sistem Pemilu 1999 ditolak Partai Demokrat. Gagasan
BERITA TERKAIT
- Ketua MRP Papua Barat Daya: Jangan Golput, Pastikan Pesta Demokrasi Aman dan Lancar
- Fisip UPNVJ Bahas Masa Depan Jakarta setelah Ibu Kota Pindah
- Jeffry Rahawarin-Abdul Keliobas Disebut Pemimpin Baik untuk Maluku Rumah Besar yang Sejahtera
- Apel Siaga Patroli Pengawasan Masa Tenang Pilkada Serentak 2024 Digelar di Rohil
- ASN Kota Bogor Diingatkan Jaga Netralitas Menjelang Pilkada
- Di Hadapan Menhan-Panglima TNI, Legislator Bicara Kasus di Sumut, Prajurit Jangan Terpancing