Pecel Impor

Oleh Dahlan Iskan

Pecel Impor
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Untuk penggarapan secara korporasi diperlukan lahan  2.000 hektare. Utuh. Dalam satu hamparan. Dua ribu hektare itu paling tidak.

Luasan itu disesuaikan dengan nilai ekonomi. Yakni agar sekalian dibuat pabrik pengolahan kacang. Setidaknya sampai setengah jadi. Agar tidak terjadi pembusukan.

Sudhamek pernah mencoba di Lombok. Hanya mendapat 500 hektare, padahal sudah telanjur mendatangkan alat-alat berat. Akhirnya alat-alat berat itu ditarik kembali.

Kenapa tidak dicoba di Lampung? Yang tanahnya luas?

"Sudah juga," ujar Sudhamek pada Disway. "Kami tidak berhasil mendapat tanah seluas itu," katanya.

Di sana tanah memang luas, tetapi sudah dimiliki oleh perorangan atau perusahaan. Sebagai orang swasta Sudhamek tidak bisa memaksakan pemilik tanah untuk pindah tanaman.

Di Jateng, khususnya sekitar Pati, Kudus dan Rembang, juga sangat baik untuk tanam kacang. Sudhamek pernah dibantu seorang kiai besar di kawasan itu. Agar bisa memperoleh lahan yang bisa dikerjakan secara mekanisasi.

Nyatanya juga tidak berhasil.

Saya tidak membayangkan bahwa pecel zaman sekarang kacangnya impor: dari India atau bahkan Afrika. Maka sekarang ini kalau lagi makan pecel rasanya serasa ikut makan devisa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News