Pedang Bermata Dua: Industri Nikel yang Menguntungkan Tapi Juga Mengancam Kesehatan dan Lingkungan

Pedang Bermata Dua: Industri Nikel yang Menguntungkan Tapi Juga Mengancam Kesehatan dan Lingkungan
Salah satu aktivitas pertambangan di Maluku Utara yang melakukan ekspor biji nikel ke luar negeri. Foto: Antara/Abdul Fatah

"Geografi dan iklim Indonesia memiliki tantangan dalam pengolahan limbah yang aman bagi lingkungan,” kata IEA dalam laporannya pada tahun 2023.

Limbah tersebut, disebut juga tailing, adalah sisa setelah nikel diekstraksi.

Apa sebenarnya yang ada dalam tailing, seperti halnya dalam batu, bahan kimia, atau air, bergantung pada proses pemurnian yang digunakan.

Dua dari tiga pabrik HPAL di Indonesia berada di IMIP di Sulawesi Tengah, sementara pabrik yang ketiga berada di dekat Pulau Obi, di Maluku Utara.

"Lebih banyak lagi [pabrik HPAL] yang sedang dalam tahap pengerjaan, dengan proyek lanjutan senilai hampir US$20 miliar yang diumumkan dan tujuh pabrik HPAL lainnya sedang direncanakan," kata Rasjid.

Juru bicara perusahaan Tiongkok Huayue Nickel Cobalt (HNC), mengatakan limbah dari pabrik ini dibuang di "TPA" sekitar 7 kilometer dari IMIP.

Perusahaan induk HNC, Huayou Cobalt, mengatakan pihaknya menggunakan "teknologi tumpukan kering" yang mendapat izin dari pemerintah Indonesia.

"Bubur tailing yang diproduksi di proyek HPAL Huayou ditekan dan disaring menjadi filter cake dengan kadar air sekitar 31 persen," kata juru bicara tersebut.

Apakah kendaraan listrik benar-benar ramah lingkungan jika proses pembuatan baterainya memiliki dampak bagi kesehatan dan lingkungan? Bagaikan pedang bermata dua, ada keuntungan serta ancaman bagi warga yang tinggal di kawasan industri nikel

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News