Pedang Bermata Dua: Industri Nikel yang Menguntungkan Tapi Juga Mengancam Kesehatan dan Lingkungan

"Saya senang bisa bekerja di sini karena bisa membantu keluarga dan adik-adik sekolah," kata Hendra.
Sebagai pengawas lapangan, ia dibayar 8 juta rupiah per bulan, belum termasuk lembur, dan penghasilannya memungkinkan dia untuk menabung.
"Sebagian untuk orangtua, ada juga yang disisihkan untuk kawin," kata pria lajang yang pulang ke rumah sekitar empat bulan sekali ini.
"Saya bisa membantu keluarga dan adik-adik sekolah."
Faktor upah menjadi alasan Regin pindah ke Morowali.
"Tiga kali lipat dibanding gaji kerja di Café dulu yang cuma sejuta-dua juta per bulan," kata Regin asal Palopo, Sulawesi Selatan.
"Makanya saya lari merantau ke sini, sekarang jadi bisa mandiri dan kirim uang untuk keluarga."
Meski para pekerja yang berbicara kepada ABC memiliki pengalaman kerja yang positif, organisasi-organisasi advokasi dan serikat pekerja sudah berulang kali menyuarakan keprihatinan atas keselamatan pekerja, terutama bagi mereka yang bekerja di pabrik peleburan yang sebagian besar mengolah nikel untuk industri baja tahan karat.
Apakah kendaraan listrik benar-benar ramah lingkungan jika proses pembuatan baterainya memiliki dampak bagi kesehatan dan lingkungan? Bagaikan pedang bermata dua, ada keuntungan serta ancaman bagi warga yang tinggal di kawasan industri nikel
- Paus Fransiskus, Pemimpin Gereja Katolik yang Reformis, Meninggal Dunia pada Usia 88 tahun
- Dunia Hari Ini: PM Australia Sebut Rencana Militer Rusia di Indonesia sebagai 'Propaganda'
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia
- Dunia Hari Ini: Siap Hadapi Perang, Warga Eropa Diminta Sisihkan Bekal untuk 72 Jam
- Rusia Mengincar Pangkalan Udara di Indonesia, Begini Reaksi Australia