Pedang Bermata Dua: Industri Nikel yang Menguntungkan Tapi Juga Mengancam Kesehatan dan Lingkungan
"Saya senang bisa bekerja di sini karena bisa membantu keluarga dan adik-adik sekolah," kata Hendra.
Sebagai pengawas lapangan, ia dibayar 8 juta rupiah per bulan, belum termasuk lembur, dan penghasilannya memungkinkan dia untuk menabung.
"Sebagian untuk orangtua, ada juga yang disisihkan untuk kawin," kata pria lajang yang pulang ke rumah sekitar empat bulan sekali ini.
"Saya bisa membantu keluarga dan adik-adik sekolah."
Faktor upah menjadi alasan Regin pindah ke Morowali.
"Tiga kali lipat dibanding gaji kerja di Café dulu yang cuma sejuta-dua juta per bulan," kata Regin asal Palopo, Sulawesi Selatan.
"Makanya saya lari merantau ke sini, sekarang jadi bisa mandiri dan kirim uang untuk keluarga."
Meski para pekerja yang berbicara kepada ABC memiliki pengalaman kerja yang positif, organisasi-organisasi advokasi dan serikat pekerja sudah berulang kali menyuarakan keprihatinan atas keselamatan pekerja, terutama bagi mereka yang bekerja di pabrik peleburan yang sebagian besar mengolah nikel untuk industri baja tahan karat.
Apakah kendaraan listrik benar-benar ramah lingkungan jika proses pembuatan baterainya memiliki dampak bagi kesehatan dan lingkungan? Bagaikan pedang bermata dua, ada keuntungan serta ancaman bagi warga yang tinggal di kawasan industri nikel
- Dunia Hari Ini: Kelompok Sunni dan Syiah di Pakistan Sepakat Gencatan Senjata
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan