Pegiat Media Sosial Kritik UU Kejaksaan, Khawatir Independensi Hukum Indonesia Terancam

Pegiat Media Sosial Kritik UU Kejaksaan, Khawatir Independensi Hukum Indonesia Terancam
Jaksa Pinangki Sirna Malasari berada di dalam kendaraan usai menjalani pemeriksaan di gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9/2020). Foto: ANTARA/Galih Pradipta

Kasus-kasus sebelumnya telah membuktikan adanya potensi penyalahgunaan kekuasaan di tubuh Kejaksaan.

Ferry menyebutkan contoh kasus jaksa yang memeras terdakwa di Kejaksaan Negeri Batubara, Sumatera Utara, di mana hukuman hanya berupa mutasi tanpa konsekuensi pidana.

Belum lagi vonis ringan Jaksa Pinangki dan lain sebagainya yang menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan internal belum mampu menegakkan keadilan.

“Ketika sebuah institusi memiliki hak imunitas yang terlalu besar tanpa pengawasan yang memadai, risiko manipulasi, korupsi, dan tirani semakin besar,” tuturnya.

“Tanpa check and balance yang jelas, Kejaksaan bisa berubah menjadi lembaga super body yang tidak terkendali, dan ini akan sangat berbahaya bagi negara demokratis kita,” lanjut Ferry.

Pendiri Malaka Project itu juga menyoroti revisi Undang-Undang Kejaksaan tahun 2021 sebagai momen krusial di mana kekuasaan Kejaksaan justru semakin bertambah.

Dia menilai beberapa pasal, termasuk Pasal 8 Ayat 5, sangat problematik.

“Kalau KPK atau Polri ingin memproses seorang jaksa, harus ada persetujuan Jaksa Agung. Ini berarti, seorang jaksa yang melanggar hukum berpotensi dilindungi oleh sistem yang ada,” ucapnya.

Pegiat media sosial sekaligus pendiri Malaka Project Ferry Irwandi mengkritik Revisi UU Kejaksaan tahun 2021. Dia khawatir independensi hukum terancam.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News