Pegiat Media Sosial Kritik UU Kejaksaan, Khawatir Independensi Hukum Indonesia Terancam

Kasus-kasus sebelumnya telah membuktikan adanya potensi penyalahgunaan kekuasaan di tubuh Kejaksaan.
Ferry menyebutkan contoh kasus jaksa yang memeras terdakwa di Kejaksaan Negeri Batubara, Sumatera Utara, di mana hukuman hanya berupa mutasi tanpa konsekuensi pidana.
Belum lagi vonis ringan Jaksa Pinangki dan lain sebagainya yang menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan internal belum mampu menegakkan keadilan.
“Ketika sebuah institusi memiliki hak imunitas yang terlalu besar tanpa pengawasan yang memadai, risiko manipulasi, korupsi, dan tirani semakin besar,” tuturnya.
“Tanpa check and balance yang jelas, Kejaksaan bisa berubah menjadi lembaga super body yang tidak terkendali, dan ini akan sangat berbahaya bagi negara demokratis kita,” lanjut Ferry.
Pendiri Malaka Project itu juga menyoroti revisi Undang-Undang Kejaksaan tahun 2021 sebagai momen krusial di mana kekuasaan Kejaksaan justru semakin bertambah.
Dia menilai beberapa pasal, termasuk Pasal 8 Ayat 5, sangat problematik.
“Kalau KPK atau Polri ingin memproses seorang jaksa, harus ada persetujuan Jaksa Agung. Ini berarti, seorang jaksa yang melanggar hukum berpotensi dilindungi oleh sistem yang ada,” ucapnya.
Pegiat media sosial sekaligus pendiri Malaka Project Ferry Irwandi mengkritik Revisi UU Kejaksaan tahun 2021. Dia khawatir independensi hukum terancam.
- Baru Menang Tender, Kontraktor Dimintai Rp 500 Juta, Alamak
- Hasto Kristiyanto Merasa Jadi Korban Pemerasan dalam Sidang PAW Harun Masiku
- Tulis Surat, Hasto: Makin Lengkap Skenario Menjadikan Saya sebagai Target
- Merasa Fit, Hasto Kristiyanto Tunjukkan Dokumen Perkara di Sidang
- KPK Menggeledah Rumah La Nyalla, Hardjuno: Penegakan Hukum Jangan Jadi Alat Politik
- Ditanya Pemanggilan La Nyalla, KPK: Tunggu Saja