Pegiat Pemilu Dorong Pilkada Sehat dan Aman dari Covid-19
Pendapat tersebut, berpadanan dengan Jojo, show off power kepada lawan politik merupakan metode purba yang mesti di perbaharui karena tidak sesuai dengan kondisi sekarang di tengah pandemi covid-19.
“Kerumunan massa ini adalah salah satu bentuk show off power sebagai komunikasi politik untuk menunjukkan seberapa besar kekuatan dia kepada lawannya. Nah, itu naluri purba komunikasi politik, mungkin naluri purba ini lah yang menggerakkan para calon untuk menggunakan kerumunan massa. Sebenarnya kerumunan massa, menurut saya sih cara yang agak enggak up to date, agak ketinggalan zaman untuk menggunakan show off power kepada lawan politik, banyak cara lainnya tanpa harus, menggunakan kerumunan massa,” tandasnya.
Kemudian, menurut pandangan Aditya situasi pada saat tahap pendaftaran cukup ironi karena masih banyak yang belum taat protokol kesehatan sehingga mesti menjadi evaluasi bersama, agar 40 orang paslon yang terpapar covid-19 tidak terulang kembali. Kebijakan yang ketat perlu juga dibuat lantaran Pilkada tetap harus berjalan, melihat tidak ada yang dapat memprediksi kapan wabah covid-19 akan berakhir.
“Saya dengar juga beberapa pihak Bawaslu, KPU dan Kemendagri dan juga pihak aparat keamanan sudah melakukan evaluasi itu. Oleh karena itu, saya berharap para penyelenggara dan pihak stakeholder yang berkepentingan tentang Pilkada segera menyampaikan langkah-langkah strategis apa yang akan dilakukan dalam waktu dekat karena sudah tidak bisa ditarik balik,” pungkasnya.
Selain itu, problematika dan kewenangan terhadap penanggulangan covid-19 seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, tidak hanya paslon tetapi juga pihak penyelenggara dan masyarakat tentunya. Meskipun, Jeirry menyampaikan, fenomena yang terjadi pada tahap pendaftaran kemarin dilihat sebagai bentuk ketidakpedulian paslon dengan keselamatan para pendukungnya yang tidak patuh protokol kesehatan.
“Ini harus kita tegaskan dan tentu pemimpin model begini mestinya kita evaluasi kembali untuk menjadi pemimpin daerah,” tuturnya.
Lucius menambahkan, sukses dan tidaknya Pilkada Serentak 2020 merupakan tanggung jawab besar yang diemban oleh pihak penyelenggara. Maka, dibutuhkan evaluasi secara mendetail untuk tahapan selanjutnya sehingga pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada tahap pendaftaran dapat menjadi catatan serius dan untuk itu perlu diserukan kepada publik agar jangan memilih pemimpin yang tidak peduli dengan rakyatnya.
“Melihat apa yang terjadi, kita dapat menilai kualitas pemimpin macam apa yang akan dilahirkan dari proses Pilkada pada tahun 2020 ini, rupanya calon-calon pemimpin yang akan dipilih di Pilkada 2020 adalah orang yang sejak awal tidak menjadikan rakyat sebagai komoditi politik, kegagalan para calon pemimpin kepala daerah dan untuk itu saya kira penting untuk menyerukan kepada para publik agar jangan memilih pemimpin yang tidak peduli dengan rakyatnya,” terangnya.
Pengumpulan massa yang terjadi pada tahap pendaftaran Pilkada disebabkan oleh perilaku paslon untuk show off power atau ingin memamerkan seberapa besar kekuatan paslon.
- Ary Ginanjar Apresiasi Komitmen Kemendagri Membangun ASN Ber-AKHLAK
- Masa Jabatan Selesai, Tabrani Resmi Melepas Tugas Pjs Wali Kota Tangsel
- Bappenas Membeberkan Mengenai Pentingnya Pelestarian Lingkungan Perdesaan
- Bappenas Tekankan Pentingnya Tata Kelola Perdesaan yang Adaptif
- LSM Gempur Papua Ajukan 3 Laporan ke Bawaslu
- Kemendagri Bikin Acara Identitas Kependudukan Digital Sejalan dengan Asta Cita Prabowo