Peluang dan Risiko Penggunaan Kecerdasan Buatan

Oleh: Odemus Bei Witono - Direktur Perkumpulan Strada dan Mahasiswa Doktoral Filsafat STF Driyarkara

Peluang dan Risiko Penggunaan Kecerdasan Buatan
Direktur Perkumpulan Strada dan Mahasiswa Doktoral Filsafat STF Driyarkara Jakarta Odemus Bei Witono. Foto: Dokumentasi pribadi

Mesin memang memiliki kapasitas lebih besar dalam menyimpan dan mengorelasikan data dibandingkan manusia, namun hanya manusia yang dapat memahami makna dari data tersebut.

Hal ini bukan hanya tentang membuat mesin terlihat lebih manusiawi, tetapi juga tentang membangunkan manusia dari ilusi kekuasaan yang membuat orang lupa akan status diri sebagai makhluk yang tidak otonom dan terikat dengan ikatan sosial.

Manusia dalam pandangan Fransisikus (2024) selalu dalam diri menyadari adanya ketergantungan dan berupaya mengatasi kerentanan dengan berbagai cara.

Dari artefak prasejarah yang digunakan sebagai perpanjangan tangan, hingga media berfungsi sebagai perpanjangan perkataan, orang sekarang memiliki mesin canggih yang mendukung pemikiran.

Ketika manusia mencoba mencapai pengetahuan atau kekuatan yang seharusnya hanya dimiliki oleh Tuhan, mereka cenderung menggunakan alat atau instrumen yang tersedia, tetapi dengan tujuan yang buruk atau salah.

Mereka mencoba untuk meraih pemahaman dan kepuasan secara mandiri, tanpa memperhitungkan bahwa pengetahuan dan nikmat seharusnya diterima sebagai anugerah dari Tuhan dan dinikmati bersama-sama.

Semua yang dimiliki dapat menjadi peluang atau ancaman tergantung pada niat.

Dalam analisis Fransiskus (2024) tubuh manusia yang diciptakan untuk komunikasi dan persekutuan dapat menjadi alat agresi.

Banyak orang, mulai dari kalangan muda hingga senior mulai melirik bagaimana memanfaatkan penggunaan kecerdasan buatan, khususnya dalam dunia pendidikan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News