Pemahaman Tentang Kekerasan Seksual Bisa Ganjal Perlindungan Korban
Sejak diusulkan tahun 2015 dan ditetapkan menjadi RUU (Rancangan Undang-Undang) inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tahun 2017, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dianggap masih jalan di tempat.
Padahal, RUU ini dianggap penting untuk melindungi kaum perempuan dan anak, yang sering menjadi korban kekerasan seksual. Apa saja yang menjadi ganjalan di tengah jalan?.
Di sisi lain, tahun 2018 akan segera berganti. Dan selama hampir dua tahun belakangan ini, RUU PKS sudah masuk dan dibahas di komisi VIII DPR RI.
Jika melihat lebih ke belakang lagi, RUU PKS bahkan sudah diusulkan Komnas Perempuan RI sejak tahun 2015.
Namun hingga tahun baru 2019 menjelang, pembahasannya masih berada di tahap Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Beberapa pihak menduga, pembahasan RUU PKS yang jalan di tempat salah satunya disebabkan oleh masalah kesepahaman.
Komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherwati, membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan, tidak ada basis yang sama di dalam melihat kekerasan seksual dan fakta kekerasan seksual.
"Pemahaman bahwa kita akan menciptakan Undang-Undang yang secara spesifik mengatur soal kekerasan seksual, dalam arti bagaimana membangun peradaban baru masyarakat dalam melihat kekerasan seksual, tidaklah sama," jelas perempuan yang kerap disapa Nurher ini kepada ABC.
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata