Pembangkangan Sipil
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Pembangkangan sipil sudah menjadi bagian dari masa lalu.
Bentuk pembangkangan bisa dilakukan mulai dari level yang paling rendah, seperti mogok kerja, sampai ke level yang lebih serius yaitu menolak membayar pajak.
Pembangkangan dengan mogok kerja pun baru bisa efektif kalau gerakan buruh sudah bisa diorganisasikan secara profesional.
Kalau pembangkangan hanya dilakukan secara parsial maka impaknya tidak akan terasa dan gerakan itu akan mudah dipatahkan.
Istilah civil disobedience dipergunakan pertama kali pada 1848 untuk menjelaskan penolakannya terhadap pajak yang dikenakan Pemerintah Amerika untuk membiayai perang di Meksiko dan untuk memperluas praktik perbudakan melalui Hukum Perbudakan.
Filosof hukum Amerika John Rawls dalam karya monumental ‘’The Theory of Justice’’ (1971) mendefinsikan pembangkangan sipil sebagai sebagai gerakan tanpa kekerasan dan dilakukan dengan hati-hati dengan tujuan untuk membawa perubahan dalam hukum atau kebijakan pemerintah.
Pembangkangan publik adalah gerakan yang dilakukan oleh warga secara terorganisasi, yang bisa jadi melawan hukum, dan digunakan untuk mengoreksi hukum atau kebijakan publik.
Oleh karena itu, orang-orang yang terlibat dalam pembangkangan sipil bersedia menerima konsekuensi hukum dari tindakan mereka, karena ini menunjukkan kesetiaan mereka pada supremasi hukum.
116 organisasi menandatangani petisi menuntut pencabutan perpu dan mengancam akan melakukan pembangkangan sipil jika tuntutan tidak diindahkan.
- Mengkaji Wacana Wadah Tunggal KPK Dalam Pemberantasan Korupsi
- Anggota DPR Darmadi Durianto: Model Kepemimpinan Dirut BRI Sunarso Patut Dibanggakan
- PKB Minta BMKG-Kemenhub Serius Siapkan Mitigasi Cuaca Ekstrem Jelang Nataru
- PPN 12 Persen Berlaku 1 Januari 2025, Barang Ini yang Kena Pajak
- Saleh Senang Melihat Kiprah Kader PAN Berlatar Belakang Artis di DPR
- Forum ILO: Serikat Buruh Indonesia Tekankan Pentingnya Kolaborasi di Era Digital