Pembebasan Golkar dari Candu Berkuasa

Pembebasan Golkar dari Candu Berkuasa
Pembebasan Golkar dari Candu Berkuasa
Harus dimaklumi bahwa karakter Golkar sulit dipisahkan dengan kekuasaan. Mungkin, habitat pernah berkuasa selama 32 tahun di Orde Baru tidak mudah untuk dihilangkan. Jadilah, Golkar bagai bangau yang kembali ke kubangan pada Munaslub 2004. Maklum, sejak era Habibie, Gus Dur dan Megawati, Golkar tak lagi memegang tampuk kekuasaan.

Misalkan, skenario membawa kembali ke struktur kekuasaan berjalan mulus, dalam makna SBY berkenan memilih cawapres dari Golkar, maka suara Golkar yang besar di DPR akan bersandel-bahu dengan Demokrat dan koalisinya seperti PKS, PKB, PAN dan mungkin PPP, demi mendukung kebijakan SBY sekiranya terpilih lagi untuk kedua kalinya.

Terjadinya semacam dualisme kekuasaan di pemerintahan tampaknya semakin mengecil. Sebab, suara Demokrat di parlemen yang dulu hanya 7,45 persen, kini menjadi 20-an persen dan lebih besar dibanding Golkar. Belum lagi ditambah dengan suara PKS, PAN, PKB dan PPP yang sudah 40-an persen. Bahkan kian kuat jika Golkar bergabung, di mana suara koalisi ini melebihi 50 persen dan bahkan nyaris 60 persen.

Andaikan koalisi PDIP-Hanura dan Gerindra (setelah menggenapkan syarat minimal perolehan suara agar berhak mengusung capres-cawapres) kalah dalam pertarungan, maka kekuatan oposisi menjadi kurang gregetnya. Padahal, sebuah pemerintahan dalam negara demokrasi sangat memerlukan sistem check and balances, sehingga roda pemerintahan tetap akuntabel, transparan dan berpihak kepada kepentingan rakyat.

BOLAK-BALIK. Putus-sambung. Keragu-raguan itu menunjukkan partai berlambang beringin ini enggan berpisah dengan kekuasaan. Mulanya, siap menampilkan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News