Pembentukan Lembaga Ini Dinilai Jadi Solusi Atas Persoalan Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara

Pembentukan Lembaga Ini Dinilai Jadi Solusi Atas Persoalan Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara
Para pembicara FGD yang bertema Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara: Perspektif Budaya Hukum yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (17/9/2024). Foto: Humas BPIP

Gayus juga menyoroti bagaimana etika sosial, hukum, ekonomi, politik, dan lingkungan harus ditegakkan sebagai bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dia mengingatkan tentang pentingnya Tap MPR Nomor 6 Tahun 2001 yang memuat rekomendasi tentang penegakan etika dalam berbagai bidang tersebut.

Guru Besar Hukum Universitas Hasanuddin Andi Pangerang Moenta menggarisbawahi pentingnya budaya hukum yang berlandaskan pada etika dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Andi, budaya hukum di Indonesia masih berada pada tahap "compliance" atau kepatuhan karena takut pada sanksi, sementara idealnya, kepatuhan hukum harus berakar pada internalisasi nilai-nilai etika.

"Kita masih berada di tataran kepatuhan karena takut, perjalanan masih panjang menuju internalisasi. Biar hukumnya bagus dan aparatnya juga bagus, kalau budaya hukum tidak terdukung, itu tidak bisa jalan," ujar Andi.

Dia juga mengingatkan penyebab utama persoalan hukum di Indonesia adalah budaya berpikir yang pragmatis dan materialistis.

Andi mengungkapkan 6 prinsip hidup orang bugis juga bisa menjadi salah satu cara penegakan etika di Indonesia.

Keenam prinsip itu ialah lempu’ (kejujuran), getting (keteguhan), acca (kebijaksanaan), asitinajang (kepantasan), reso (kerja keras), dan siri’ (harga diri).

Indonesia sudah saatnya memiliki lembaga yang khusus menagani pelanggaran etika, yaitu Mahkamah Etika Nasional guna memperbaiki etika penyelenggara negara.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News