Pembentukan OSS Dinilai Langgar Undang-Undang

Pembentukan OSS Dinilai Langgar Undang-Undang
Teguh Juwarno. Foto: Humas DPR

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi VI DPR RI Teguh Juwarno mensinyalir ada pelanggaran undang-undang dalam pembentukan lembaga One Single Submission (OSS). OSS muncul setelah ditetapkan pemerintah dengan PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektonik.

“Kami mengerti dan memahami hadirnya OSS dengan harapan akan menjadi lebih baik dan lebih memudahkan investor untuk mengurus izin usaha. Namun kami juga ingin mengingatkan bahwa ada undang-undang yang menjadi pedoman kami dalam melangkah,” papar Ketua Komisi VI DPR Teguh Juwarno saat memimpin Rapat Kerja Komisi VI dengan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong beserta jajaranya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta (3/7).

Menurut penjelasan umum PP No. 24 Tahun 2018, bahwa dalam rangka percepatan dan peningkatan penanaman modal dan berusaha, perizinan berusaha diterbitkan oleh kementerian atau lembaga dan pemerintah daerah untuk memulai melaksanakan, dan mengembangkan usaha atau kegiatan perlu dilakukan pada sistem pelayanan dan regulasi sesuai dengan tuntutan dunia usaha, perkembangan teknologi dan persaingan global.

Politikus Partai Amanat Nasional ini mengingatkan pemerintah bahwa ada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal. Bila diberlakukan PP Nomor 24 Tahun 2018, semua perizinan itu akan diambil alih oleh lembaga OSS.

Padahal kedudukan PP lebih rendah dari pada undang-undang. "Nah keberadaan lembaga penyelenggara pengelola OSS ini seperti apa? Bagaimana bisa tiba-tiba OSS mencuat ke permukaan mengambil alih kewenangan, sementara di undang-undang jelas-jelas dikatakan itu adalah ranahnya BKPM,” tegasnya.

Pemerintahan Presiden Jokowi melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian bermaksud menata kembali sistem pelayanan terutama pada pelayanan terpadu satu pintu atau PTSP untuk disempurnakan menjadi lebih efisien melayani dan modern.

Salah satu yang paling signifikan adalah penyediaan sistem pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS).

“Kami tidak mau niat pemerintah memudahkan investasi dengan melakukan deregulasi tapi dengan melanggar undang-undang. Jadi dengan segala hormat kami Komisi VI mengingatkan pemerintah agar jangan dulu memberlakukan OSS. Karena akan ada hal yang serius bila OSS tetap dilakukan,” tandasnya. (adv/jpnn)

OSS muncul setelah ditetapkan pemerintah dengan PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektonik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News