Pemberantasan Korupsi Dinilai Jalan di Tempat

Pemberantasan Korupsi Dinilai Jalan di Tempat
Pemberantasan Korupsi Dinilai Jalan di Tempat
Selama ini, lanjutnya, pemberantasan korupsi di Indonesia seperti jalan di tempat. Survei Transparency International menunjukkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 1996 adalah 2,6. Sampai 2011, IPK Indonesia menjadi 3,0. Artinya, dalam tempo 15 tahun, pemberantasan korupsi di negeri ini hanya bergerak 0,4. Ini sekali lagi menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi.

Dijelaskanyya, UU Pembuktian Terbalik Murni yang digagas KUPAS/GNIB bersifat tidak berlaku surut. Artinya tidak dapat digunakan untuk menjerat kasus-kasus korupsi yang terjadi sebelum UU tersebut diberlakukan secara efektif. Kasus-kasus Korupsi yang terjadi sebelumnya, tetap di proses dengan pasal-pasal yang khusus.

Sedangkan harta hasil korupsi yang diperoleh sebelum pemberlakuan UU ini, hal itu akan diproses dengan UU yang sudah ada, misalnya, UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau UU No. 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pada prinsipnya, pemberantasan korupsi dan suap harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan berkesinambungan, dengan memanfaatkan perangkat hukum yang sudah ada dan yang akan disusun kemudian, imbuh Utama Kayo.

Agar UU Pembuktian Terbalik Murni benar-benar efektif, ada beberapa hal pokok yang harus diatur secara tegas. "Antara lain soal hukuman bagi para koruptor harus dikenai sanksi hukuman yang berat, minimal 10  tahun. Selain itu, perlu juga ada pasal-pasal tentang penyitaan. Harta kekayaan milik koruptor yang tidak dapat dibuktikan diperoleh bukan melalui tindak pidana korupsi, harus disita untuk negara," harapnya. (fas/jpnn)

JAKARTA - Komunitas Pengusaha Antisuap Indonesia (KUPAS) dan Gerakan Nasional Indonesia Berintegritas (GNIB) menyoal sikap Presiden Susilo Bambang


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News