Pemda Mau Tutup Lokalisasi, PSK Bingung Alih Profesi
Hal itu menjadi cara bagi muncikari agar para lelaki hidung belang tidak bosan saat mampir ke tempatnya. Saat ini, lanjut Ojin, jumlah muncikari di Peleman sekitar 60 orang.
Setiap bulan, muncikari harus menyetor uang ke pengurus Rp 150 ribu. Sedangkan PSK hanya dikenai pungutan Rp 2.000 per hari. Untuk para pedagang, hanya dimintai setoran Rp 1.000 per hari per pedagang.
”Uang itu digunakan untuk kegiatan sosial di desa, bukan untuk kepentingan pribadi para pengurus,” tandas Ojin yang sudah 12 tahun mengurus Peleman dan dipercaya menjadi ketua RT 25 RW 10, Desa Sidaharjo itu.
Menurut dia, geliat ekonomi dari prostitusi Peleman tidak hanya dirasakan PSK dan muncikari. Sebab, warga sekitar seperti tukang cuci pakaian, salon keliling, tukang buah, pengamen, pengemis, juru parkir dan warung makanan dan minuman juga ikut mengais rezeki.
Hal inilah yang menjadi alasan mereka untuk tetap mempertahankan keberadaan Peleman. PSK Peleman bahkan cenderung bertambah dan hanya sebagian kecil yang mau beralih profesi atau dipulangkan.(wan/zul/jpg/ara/jpnn)
JPNN.Com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tegal tak main-main dengan rencananya menutup lokasi prostitusi di wilayahnya. Pemkab Tegal bahkan sudah
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Wanita Dijual kepada Pria Bertarif Sampai Rp 750 Ribu, Ada yang 17 Tahun
- Muncikari dan 3 PSK yang Berjualan via Online Diamankan, Sebegini Sekali Transaksi
- Cerita Risma soal Penutupan Dolly hingga Ungkap Silsilah Keluarganya
- Lantik Sekda Kota Tegal Jadi Pj Wali Kota, Nana Sudjana Ingatkan Amanah
- Bule Australia Buka Bisnis Prostitusi Berkedok Spa di Bali, Terang-terangan
- 3 Pasangan Muda Tertangkap Basah Terlibat Prostitusi Online