Pemecatan Guru Karena Berbeda Pilihan, ini Kata Pengamat
jpnn.com, JAWA BARAT - Kasus pemecatan guru karena perbedaan pilihan dinilai sebagai tindakan anti demokrasi. Dalam sistem demokrasi berbeda pilihan itu harus dihormati.
Tidak boleh ada tekanan atau paksaan kepada siapapun dalam sistem demokrasi.
Pengamat politik Firman Manan menyatakan hal itu terkait pemecatan seorang guru di Bekasi beberapa hari pascapencoblosan, 27 Juni 2018.
Menurut dia, bahwa orang lain mempersuasi boleh-boleh saja, tapi kalau memaksa atau menekan itu melanggar undang-undang Pilkada dan ada sanksi pidananya.
“Hari ini seharusnya tidak terjadi dalam suasana pemilihan yang demokratis, karena semua orang punya hak politik untuk mengekspresikan aspirasinya untuk memilih yang dia inginkan. Ketika pilihan itu berbeda, “ kata Firman di Bandung hari ini.
Menurut dia, hak politik yang sangat mendasar, yakni kebebasan untuk berekpresi, harusnya dalam konteks pemilihan bebas memilih siapapun yang dia inginkan.
Kalau ada ketentuan yang tertulis, atau ada kontrak di awal, di mana jika bekerja itu konsekuensinya harus ikut dengan pilihan politik tertentu. Tapi tetap saja itu menyalahi aturan dan tidak boleh terjadi dalam sistem demokrasi.
“Orang hanya boleh memilih satu partai penguasa. Agak aneh kalau praktek seperti masih dikembangkan. Kalau ini terjadi kita mundur ke era orba,” ujar dia.
Sebelumnya, kandidat Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengucapkan terima kasih lewat akun Instagram miliknya kepada Rabiatul Adawiyah.
- Cerita soal Gubernur Nurdin Abdullah Terharu dan Bangga Dipercaya Bu Mega
- Tokoh Ini Minta Jokowi Segera Melantik Bupati dan Wabup Terpilih Talaud
- 991 ASN Langgar Prinsip Netralitas, Baru 299 Sudah Disanksi
- Bupati Alor di NTT Bisa Didiskualifikasi, Begini Alasannya
- MK Didesak Putuskan Sengketa Pilkada Deiyai
- Ini Alasan Kada Terpilih Ada yang Belum Dilantik