Pemekaran Daerah Jangan Sampai Menimbulkan Gejala Sosial Politik
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Bidang Politik, Hukum, dan HAM GPMI (Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia) Heikal Safar menyampaikan pendapatnya terkait pro dan kontra pemindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
Dalam hal ini dia menyoroti meningkatnya permintaan pemekaran dari sejumlah daerah otonomi setiap tahun di Indonesia seiring dengan rencana pemindahan IKN.
Heikal mengakui pemekaran daerah dianggap menjadi salah satu jalan terbaik untuk rentang kendali pemerintah memperbaiki pelayanan publik.
Namun, bagi sebagian masyarakat yang menolak, ada penilaian bahwa pemekaran daerah tidak membawa perubahan yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.
"Menurut saya, pemindahan IKN dan pemekaran daerah jangan dipaksakan saat pandemi Covid-19, karena lebih banyak mudaratnya dan hanya menambah calon koruptor," kata Heikal pada Senin (14/2).
Dia menjelaskan pemekaran daerah di Indonesia berkembang pesat sejak UU No 22 Tahun 1999 mengenai pemerintah daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah yang ditentukan oleh pemerintah pusat dengan persiapan yang cukup lama.
Adapun persiapan tahapan tersebut menyangkut banyak hal.
Di antaranya penyiapan infrastruktur, aparatur pemerintahan daerah hingga terbangunnya fasilitas-fasilitas pemerintahan dan umum lainnya.
Pemekaran daerah membutuhkan biaya anggaran negara yang sangat besar dan bisa berpotensi tindak pidana korupsi.
- Prabowo Bakal Groundbreaking di IKN, Nilai Investasinya Bikin Kaget
- Segini Jumlah Nilai Investor di IKN, Angkanya Mencapai Triliun
- Prabowo Bakal Berkantor dan Kerja di IKN pada 2028
- Sebegini Nilai Terbaru Investasi di IKN, Bikin Kaget
- Pemerintah Perlu Evaluasi Kebijakan Moratorium DOB
- Jembatan Pulau Balang Jadi Ikon Baru IKN, Diperkuat Cat Propan