Pemekaran Hanya Layak untuk Kalimantan dan Papua
Rabu, 09 November 2011 – 22:38 WIB
JAKARTA -- Pemekaran daerah sejak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, dinilai amburadul. Pemekaran daerah sangat tidak terkontrol terutama di era Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati Soekarnoputri.
"Pemekaran yang amburadul terutama pada masa periode Gusdur dan Mega, itu menimbulkan banyak persoalan," kata pakar Otonomi Daerah, Ryass Rasyid,saat dialog bertajuk Quo Vadis Otonomi Daerah, di gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Senayan, Rabu (9/11)
Dijelaskan Ryaas, amburadulnya pemekaran itu karena pembentukan daerah otonom baru tanpa kriteria yang konsisten.Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Pemerintahan dan Reformasi Birokrasi, itu menegaskan, tak dapat dipungkiri pada periode pertama sejak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah pada 1999, inisiatif UU pemekaran daerah banyak melalui pintu DPR. Menurut Ryaas, tak bisa dihindari bahwa sudah terjadi bisnis pemekaran. "Tidak ada pemekaran yang gratis, maaf-maaf saja ada permainan itu," ungkapnya.
Kendati demikian, Raas menegaskan bahwa pemekaran daerah baru jangan diharamkan. "Boleh, asalkan selektif," ungkap Ryaas.
JAKARTA -- Pemekaran daerah sejak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, dinilai amburadul. Pemekaran daerah sangat tidak terkontrol terutama
BERITA TERKAIT
- 15 Ketum Kadin Provinsi: Kami Ingin Meluruskan Organisasi Ini Tetap Satu
- TASPEN Tanam 600 Bibit Pohon di Ruang Terbuka Hijau Kota Jambi
- Soal Kartu Air Sehat, Ketua DPRD Jakarta Berharap Cakupan Bisa Diperluas
- Begini Langkah Kadin Provinsi untuk Mempertahankan Satu Kamar Dagang dan Industri
- Tingkatkan Ketahanan Pangan Desa, Babel Kembangkan Budi Daya Ikan Air Tawar
- Penjabat Gubernur Jateng Resmikan Jembatan Sucipto Suwigo di Magelang, Masyarakat Antusias