Pemerhati Kebijakan Publik: Perdagangan Karbon Tanpa Kontrol Melanggar Konstitusi

Pemerhati Kebijakan Publik: Perdagangan Karbon Tanpa Kontrol Melanggar Konstitusi
Pemerhati Kebijakan Publik Agus Pambagio. Foto: Dokumentasi pribadi

Alasan lain perlunya merevisi Perpres No. 98 Tahun 2021 karena adanya pembekuan dan pencabutann izin proyek karbon serta pelarangan perdagangan karbon sukarela Internasional telah menyebabkan terhentinya investasi kegiatan mitigasi perubahan iklim dan memberikan sinyal buruk untuk kegiatan investasi di Indonesia.

Selain itu menurut catatan tersebut, juga dikatakan bahwa ekosistem perdagangan karbon di Indonesia saat ini belum mengikuti praktik terbaik Internasional, dimana belum terjadi perdagGangan emisi lintas sektor.

Hal tersebut di atas  tidak bisa diberikan oleh Kementerian LHK, karena dalam berbagai sidang COP UNFCCC memang belum ada formulasi mengatur karena menurut UNFCCC bahwa tentang bisnis karbon bebas seperti itu diatur menurut masing-masing kepentingan negara dan situasi negara.

Namun, didalam UNFCCC diberikan batasan emisi karbon harus mengandung unsur-unsur: Pertama, akurasi (tidak double counting carbon, penghitungan tepat, metodis, dan lain-lain).

Kedua, transparan (dilakukan secara terbuka dan saling berbagi informasi secara internasional dan menurut rencana UNFCCC akan dibangun sistem terkoneksi dalam beberapa tahun ke depan setelah beberapa negara lakukan).

Ketiga, harus high integrity, bukan green washing dan bukan karbon yang diakui beberapa kali oleh beberapa negara, karena harus dihitung sekalian secara global.

Keempat, harus adil sehingga distribusi benefit juga harus ditata bukan hanya karena keterampilan bisnis pihak dunia usaha saja.

Kelima, harus memenuhi komitmen pemenuhan NDC oleh Negara masing-masing.

Perdagangan karbon saat ini menjadi salah satu primadona dunia di sektor keuangan dan lingkungan hidup sejak deklarasi Paris Agreement 2015.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News