Pemerintah Bisa Mengurangi Jumlah Perokok dengan Memanfaatkan Hasil Kajian Ini
jpnn.com, JAKARTA - Penelitian tentang fakta-fakta mengenai produk tembakau alternatif baik di dalam dan luar negeri telah banyak dilakukan saat ini.
Kendati demikian, masih banyak pihak yang skeptis terhadap hasil dari kajian tersebut yang membuktikan bahwa produk tembakau alternatif lebih minim risiko daripada rokok.
Guru Besar Universitas Sahid Profesor Kholil menjelaskan penolakan terhadap kajian beserta hasilnya merupakan hal yang wajar karena adanya pemikiran skeptis pada beberapa kalangan masyarakat.
Sebab, mereka belum sepenuhnya memahami konteks dan tujuan penelitian tersebut.
“Yang perlu dihindari justru sikap judgemental, denial, dan anti-science di kalangan masyarakat,” ujarnya.
Menurut Kholil, penelitian tentang produk tembakau alternatif, seperti pada produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, maupun kantung nikotin, tidak bebas nilai.
Akan tetapi, setiap peneliti berupaya untuk melakukan kajian ilmiah secara objektif. Harapannya, hasil dari riset tersebut menjadi rujukan dalam menyusun kebijakan dan subjek dari diskusi yang dapat diperbedatkan secara ilmiah.
Selain itu, dia menekankan pentingnya menyampaikan informasi berbasis fakta hasil kajian-kajian tersebut kepada publik.
Hasilnya pun menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif memang memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok untuk mengurangi jumlah perokok
- Stres di Tempat Kerja Picu Merokok? Kenali Gejalanya dan Alternatif Mengatasinya
- Rejo Ekspansi di Pasar Global, Hadir di World Tobacco Asia 2024
- Hasil Riset: Perokok Beralih ke Tembakau Alternatif Mengalami Peningkatan Kesehatan Gusi
- Peneliti & Pakar Sepakat Cukai Rokok Perlu Dinaikkan Demi Tekan Jumlah Perokok
- Universitas Padjadjaran dan Universitas Catania Kaji Pengurangan Bahaya Tembakau Alternatif
- Zonasi Penjualan Rokok Dinilai Bakal Jadi Pasal Karet