Pemerintah Didesak Segera Memerdekakan Nasib Petani Sawit

Pemerintah Didesak Segera Memerdekakan Nasib Petani Sawit
Ilustrasi petani sawit. Foto: JPG

Pemerintah juga menerbitkan Perpres 88/2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan.

"Sayangnya, perpres ini tidak memasukkan lahan sawit sebagai lahan yang masuk dalam kriteria lahan garapan. Sebab, lahan garapan yang dimaksud adalah bidang tanah di dalam kawasan hutan, yang dikerjakan dan dimanfaatkan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dapat berupa sawah, ladang, kebun campuran, dan/atau tambak (Pasal 5 ayat (4) Perpres 88/2017)," ucapnya.

Lebih lanjut pengajar hukum tata negara UIN Sunan Kalijaga ini menyebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menerbitkan regulasi, berupa Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial (PermenLHK P.83/2016) kurang menjawab persoalan yang dihadapi petani sawit.

Peraturan itu dianggap sebagai jalan tengah penyelesaian sawit dalam kawasan hutan, dengan memberikan akses legal kepada masyarakat berupa pengelolaan hutan negara.

Salah satunya dengan mengklasifikasikan hutan sebagai hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, kemitraan kehutanan dan hutan adat (Pasal 4 PermenLHK P.83/2016).

Sayangnya, dari kajian HICON diketahui kehadiran peraturan Menteri LHK ini justru secara terang-terangan melarang sawit.

Larangan itu tertuang dalam Pasal 56 ayat (5) yang intinya melarang pemegang izin perhutanan sosial menanam kelapa sawit di areal hak atau izinnya.

“Memang PermenLHK P.83 memberikan toleransi atas sawit dalam areal hak perhutanan sosial, tetapi batas toleransi itu diberikan ketika sawit sedang dalam masa produktif, 12 tahun," katanya. 

Petani sawit kerap menghadapi permasalahan, pemerintah didesak untuk segera memerdekakan nasib petani dengan memberi solusi konkret.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News