Pemerintah Diminta Jelaskan Kebijakan Pencabutan Subsidi Listrik
jpnn.com - JAKARTA--Pemerintah dan DPR, termasuk PLN, diharapkan segera memberikan penjelasan rasional terkait kebijakan pencabutan subsidi listrik untuk industri golongan 1-2 dan 1-4 serta rumah tangga besar yang mulai berlaku pada Mei hingga Desember 2014 mendatang.
pengamat enerji dari Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakarya, mengatakan, penjelasan dianggap penting agar tidak terjadi penolakan dari pelaku usaha secara berkelanjutan.
Menurutnya, sebenarnta aksi penolakan dari pelaku usaha merupakan hal yang biasa, selama pemerintah tetap konsisten dan bisa memberikan penjelasan yang rasional, hal itu bisa tetap berjalan dengan baik.
“Dalam beberapa kasus misalnya kenaikan BBM atau konversi minyak ke gas, juga mendapatkan penolakan. Tetapi kalau pemerintah konsiten menjalankan, toh akhirnya reda juga,” ujar Sofyano Zakarya saat dihubungi Selasa, (1/4).
Masalahnya, selama ini industri dan masyarakat sudah terbiasa dimanjakan dengan harga listrik yang murah dan jauh dari harga keekonomian. Ketika ada rencana kenaikan tarif listrik atau pencabutan subsidi, maka gejolak atau reaksi penolakan pasti terjadi. Tetapi lambat laun, lanjutnya, masyarakat juga akhirnya paham.
Karena kebijakan ini sudah melalui kesepakatan dalam rapat di DPR, maka wakil rakyat harus juga ikut memberikan penjelasan kepada pelaku usaha dan masyarakat umum tentang kenaikan ini. Jangan membiarkan pemerintah atau PLN menghadapi masalah ini sendiri. “ Semua harus bersama-sama memberikan penjelasan, alasan mengapa subsidi dicabut dan berapa harga keekonomiannya,” ujarnya lagi.
Di sisi lain, PLN juga diminta untuk meningkatkan pelayanan kelistrikan, sehingga pencabutan subsidi dan penyesuaian tarif tersebut bisa dirasakan manfaatnya. Kemudian, BUMN listrik ini diminta untuk tidak lagi mengandalkan pembangkitnya hanya dari BBM, tetapi menggunakan sumber lain yang lebih murah dan berkelanjutan.
“Keberlangsungan pasokan listrik itu penting, sumbernya harus diperkaya tidak hanya dari BBM, bisa batubara, gas atau lainnya. Jangan sampai industri mati, karena pasokan listrik ngga ada,” ucapnya.
Dampak dari pencabutan subsidi ini, imbuhnya adalah kenaikan produk. Namun demikian, ia meminta pengusaha juga diminta untuk tidak serta merta menaikan harga produknya di luar kewajaran. Jangan sampai karena listrik naik 20 persen, kemudian harga produk juga naik 20 persen. Harus dihitung dengan wajar,” katanya.
Soal perpanjangan waktu yang diminta oleh pengusaha, Sofyano mengatakan, jika pemerintah menuruti kemauan pengusaha untuk memperpanjang waktu penerapan kebijakan pencabutan subsidi, artinya pemerintah juga memberi ruang ketidakpastian. Dan celah itu akan selalu dimanfaatkan oleh pengusaha untuk terus meminta keringanan.
Terpisah, Kepala Divisi Niaga PT PLN (Persero) Benny Marbun mengaku sangat memahami kondisi yang dialami pengusaha maupun pemerintah. Satu sisi, beban pemerintah akibat subsidi ini demikian besar. Namun di sisi lain, PLN juga menghargai sikap pengusaha, karena dampak pencabutan subsidi akan berdampak terhadap kenaikan biaya.
Namun menurutnya, pelaku usaha sebenarnya cukup memahami kebijakan tersebut. Mereka hanya meminta agar waktu penyesuaiannya diperpanjang.
Dalam beberapa pertemuan dan komunikasi yang dilakukan baik perorangan atau asosiasi pengusaha, PLN juga mendapatkan masukan dan informasi bahwa pelaku usaha pada dasarnya memahami beban pemerintah untuk membayar subsidi, termasuk subsidi listrik di dalamnya. “Mereka sebenarnya bisa menerima ditiadakannya subsidi listrik bagi mereka,” ungkap Benny.
Namun lanjutnya, pelaku usaha keberatan bila penghapusan subsidi melalui penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) tersebut, dilakukan dalam waktu singkat sampai Desember 2014. Pengusaha memerlukan waktu untuk penyesuaian harga produk dengan pelanggan mereka dan melakukan penyesuaian-penyesuaian variabel operasional mereka.
“Karenanya mereka meminta kenaikan tarif secara bertahap sampai 2 atau 3 tahun ke depan,” imbuhnya.
Sebagai penyedia jasa listrik, PLN juga memahami pemerintah dari subsidi listrik yang mencapai Rp 99,978 triliun di 2013 yang kemudian pada APBN 2014, turun menjadi Rp,264 triliun.
Pemerintah juga menginginkan adanya peningkatan rasio elektrifikasi, mencapai 81,4 persen di 2014 dan rencana penyambungan baru untuk pelanggan listrik rumah tangga sebesar 3,47 juta di 2014.
Beban subsidi dan rencana peningkatan rasio elektrifikasi inilah dilakukan melalui skema pencabutan subsidi listrik untuk golongan industri menengah, besar serta rumah tangga besar. “Kita memahami keinginan pemerintah, namun terpulang kepada kemampuan pemerintah dalam pembayaran subsidi,” urainya.
Sementara soal permintaan pengusaha agar melakukan audit atas biaya pokok penyediaan (BPP) listrik, ia menegaskan bahwa setiap akhir tahun, BPP selalu diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). (sam/jpnn)
JAKARTA--Pemerintah dan DPR, termasuk PLN, diharapkan segera memberikan penjelasan rasional terkait kebijakan pencabutan subsidi listrik untuk industri
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Gelar Rising Stars, Bank Saqu Rayakan Satu Tahun Perjalanan
- Gantikan Posisi Wulan Guritno, Chef Juna jadi Komisaris Independen PT Lima Dua Lima Tiga
- Kinerja BUMN Melesat di Tahun Ini, Dividen Tercapai 100% Senilai Rp 85,5 Triliun
- Pertamina Patra Niaga Regional JBB Sigap Atasi Kebocoran Pipa BBM di Cakung-Cilincing
- MR. DIY Bakal Melantai di Bursa, Tawarkan Saham Mulai Rp 1.650
- Bintang Sempurna Meraih 3 Penghargaan di Asian Print Awards 2024