Pemerintah Diminta Segera Susun Regulasi Produk Tembakau Alternatif
jpnn.com, JAKARTA - Direktur Kajian dan Riset Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (Poskolegnas) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fathudin Kalimas mendorong perlunya data dan informasi yang berimbang dalam perumusan regulasi produk tembakau alternatif, termasuk dari berbagai hasil kajian ilmiah.
Menurut Fathudin pemerintah semestinya segera merumuskan dan memastikan kehadiran regulasi tersebut.
Selain itu, mengingat produk tersebut memiliki karakteristik dan profil risiko yang berbeda, maka sudah semestinya diatur secara berbeda dengan regulasi rokok.
“Kehadiran produk tembakau alternatif harus kita sikapi bersama sebagai kesempatan baru untuk mengatasi masalah rokok di Indonesia yang tidak kunjung usai. Regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif tentunya dapat melengkapi upaya pengendalian tembakau yang telah dilakukan secara ketat oleh pemerintah selama ini,” ujar Fathudin.
Fathudin melanjutkan berbagai kajian ilmiah mengenai produk tembakau alternatif sudah marak dilakukan di luar negeri.
Hanya saja di Indonesia masih sangat sedikit kajian ilmiah atau studi tentang produk tersebut.
Untuk memperkuat perumusan regulasi, pemerintah diharapkan mendorong kajian ilmiah yang dapat dijadikan landasan kebijakan.
Selain itu, penting bagi pemerintah untuk menerima masukan dari semua pemangku kepentingan terkait seperti akademisi, praktisi kesehatan, pelaku usaha, asosiasi, hingga konsumen.
Pemerintah memiliki peran yang krusial dalam mengatur peredaran dan penggunaan produk tembakau alternatif.
- Beri Efek Jera, Bea Cukai Nanga Badau Musnahkan Barang Hasil Penindakan Selama 2 Tahun
- Kenaikan HJE Rokok Tidak Mendukung Upaya Prokesehatan
- Investasi Triliunan Perlu Kepastian Regulasi, Industri Petrokimia Perlu Perhatian Pemerintah
- Pemerintah Diharapkan Memperhatikan Industri Tembakau setelah Terbit PP Kesehatan
- Mufida DPR Ingatkan Kemenkes Banyak Mendengar saat Menyusun RPMK
- Bea Cukai Sumbagtim Musnahkan Barang Ilegal, Kerugian Capai Rp 467,3 Miliar