Pemerintah Dinilai Salahi Filosofi Cukai
Rabu, 20 Februari 2013 – 06:06 WIB
JAKARTA - Langkah pemerintah terkait wacana pengenaan cukai terhadap beberapa produk seperti telepon seluler, komputer jinjing, hingga minuman berkarbonasi dan berpemanis dinilai telah menyalahi filosofi cukai. Sebab, cukai yang harusnya sebagai instrumen pengontrol justru dijadikan untuk menggenjot penerimaan negara.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam menilai, pemerintah saat ini telah keluar dari patron demi mengejar penerimaan negara. "Ada setting yang salah di sini. Cukai itu bukan instrumen utama dalam penerimaan negara," ujar Latif dalam rilis yang diterima JPNN, Selasa malam (19/2).
Menurutnya, cukai seharusnya digunakan sebagai instrumen untuk mengontrol konsumsi suatu produk atau barang. Namun, kata Latif, semakin ekspansif tingkat kenaikan cukai terhadap produk tertentu, maka dampaknya pada pada penurunan pendapatan dari sumber penerimaan negara lainnya seperti pajak. "Ini istilahnya masuk kantong kiri keluar kantong kanan," sebutnya.
Latif juga mengritik langkah antarkementerian yang tidak sinergis satu sama lain. Dia mencontohkan sikap Kemenkeu yang cenderung memakai 'kaca mata kuda' untuk menggenjot penerimaan negara.
JAKARTA - Langkah pemerintah terkait wacana pengenaan cukai terhadap beberapa produk seperti telepon seluler, komputer jinjing, hingga minuman berkarbonasi
BERITA TERKAIT
- Beragam Produk Properti Berkualitas Hadir di Pameran Summarecon Expo 2024
- Rembuk Tani jadi Cara Pupuk Indonesia Penuhi Kebutuhan Petani Sragen
- Harga Minyakita Tak Naik di Semua Daerah, Ah Masa?
- Dukung Industri dalam Negeri, Bea Cukai Beri Izin Fasilitas PLB ke Perusahaan Ini
- Gandeng LAPI ITB, Pertamina Patra Niaga Gerak Cepat Investigasi Kualitas Pertamax
- Mendag Klaim Harga Minyakita Bakal Turun Pekan Ini