Pemerintah Optimistis Krisis AS Tak Pengaruhi RI
Pertumbuhan Ekonomi Hanya Turun 0,1 Persen
Sabtu, 20 September 2008 – 11:58 WIB

Suasana di lantai bursa New York. Banyak pelaku ekonomi di AS panik.
JAKARTA – Pemerintah optimistis tidak akan jatuh dalam lubang krisis moneter tahap kedua menyusul adanya ancaman resesi di Amerika Serikat. Pemerintah memperkirakan dampak gonjang-ganjing ekonomi di AS sangat kecil, hanya penurunan prediksi pertumbuhan ekonomi dari 6,4 persen menjadi 6,3 persen. ’’Sejauh ini imbasnya tidak besar karena kita tidak punya placement di Lehman Brothers dan American Investment Group (AIG). Justru mereka yang memberikan kredit ke perusahaan Indonesia. Jadi, tidak ada dana Indonesia yang hilang,’’ kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden. Kalla menegaskan, imbas ketatnya likuiditas adalah penurunan keuntungan perusahaan yang mengelola komoditas pertambangan dan pertanian. Kondisi tersebut berbeda dari dampak yang dihadapi Jepang, Tiongkok, atau Eropa yang ekspornya bergantung kondisi perekonomian AS.
Ketatnya likuiditas dunia akibat krisis perbankan di AS memang berimbas terhadap likuiditas moneter di Indonesia. Namun, imbasnya hanya penguatan nilai tukar rupiah yang menyebabkan penurunan nilai ekspor ke AS sekitar 20 persen. ’’Jumlah ekspornya tidak turun, hanya nilainya turun menjadi kira-kira seperti enam bulan lalu,’’ ujarnya.
Baca Juga:
’’Indonesia diperkirakan mengalami penurunan GDP paling kecil pada 2009 dibanding negara lain di Asia. Pertumbuhan mungkin terkoreksi 0,1 atau 0,2 persen, tapi tidak terpengaruh sampai 1–2 persen,’’ ungkapnya.
Di kawasan Asia Tenggara, stabilitas perekonomian negara berbasis komoditas seperti Indonesia dan Malaysia diperkirakan lebih kuat dibanding negara industri seperti Thailand. ’’Pertumbuhan Thailand dan Tiongkok mungkin turun satu atau dua persen. Tapi, kita turunnya hanya 0,1 persen,’’ tegasnya.
Meski nilai ekspor Indonesia merosot akibat penurunan nilai ekspor komoditas, Kalla menilai terdapat efek positif dari pelemahan USD. Di antaranya, penurunan harga minyak dalam negeri akibat terkoreksinya harga sawit dan rendahnya biaya produksi listrik PLN.
Penurunan harga minyak dunia memang menyebabkan nilai ekspor migas turun. Namun, di sisi lain, subsidi dalam APBN juga menurun. ’’Jadi, ada negatif-positifnya. Yang penting balance-nya baik karena imbasnya tidak sebesar negara lain,’’ tuturnya. (noe/oki)
JAKARTA – Pemerintah optimistis tidak akan jatuh dalam lubang krisis moneter tahap kedua menyusul adanya ancaman resesi di Amerika Serikat.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Sukses Bangun Inovasi, Tugu Insurance Sabet Penghargaan Bergengsi
- Wujudkan Satu Data Pertanian di Kabupaten Sukabumi, Kementan dan BPS Bersinergi
- Bank Mandiri Kembali Raih Posisi Teratas Pengembangan Karier di Indonesia versi LinkedIn
- Mudik Idulfitri Berjalan Baik, Jasa Marga Ungkap Peran Kecerdasan Buatan
- Laporan ESG J&T Express 2024: Mendorong Praktik Berkelanjutan di Seluruh Jaringan
- Rayakan Satu Dekade, Midiatama Academy Dorong Inovasi dan Kolaborasi di Dunia K3