Pemerintah Yakin Masih Ingin Pakai Cara Pemilu Serentak ?

Kedua, lanjut Jhon, politik nasional lebih tercurahkan ke pilpres dibanding pileg. Ketiga, tidak ada debat caleg sama sekali sehingga orang tidak mengenal siapa calonnya.
"Sebagai contoh empat guru besar dan lima dokter di DPD itu tumbang semua karena tidak punya uang," katanya.
BACA JUGA : Tahapan Pilkada Serentak 2020 Mulai Digelar September
Profesor yang juga tidak terpilih kembali sebagai anggota DPD 2019-2024 itu menambahkan, dirinya tidak mungkin memainkan politik uang demi mendapatkan suara.
Jhon mengaku pernah ditawari tiga orang yang berjanji memberikan 10 ribu suara.
"Saya ditawar tiga orang, "Bapak Jhon ada Rp 100 juta tidak, kami kasih 10.000 suara. Bagaimana hitungan anda, ya pasti". Saya tidak mau. Kalaupun ada uang saya tidak mau," jelas Jhon.
Menurut Jhon, dari sudut fungsi politik dan edukasi politiknya, bukan sekadar untuk meraih suara sebanyak mungkin demi keluar sebagai pemenang.
"Bukan itu yang kami cari sebenarnya. Ini demokrasi juga dirusak oleh cara-cara seperti itu," ungkapnya.
Pemerintah dianggap belum siap dengan penyelenggaraan pemilu serentak sehingga banyak terjadi masalah.
- Sisa Anggaran Pilkada Rp 102 Miliar, PSU Tasikmalaya Dipastikan Aman
- Kuasa Hukum Tipagau Anggap Putusan MK Ini Jadi Langkah Menegakkan Keadilan di Mimika
- KPU: Tingkat Partisipasi Pemilih di Pilgub Gorontalo Capai 79 Persen
- Tim Hukum Paslon Aurama Laporkan Belasan Komisioner Bawaslu di Sulsel ke DKPP
- Anggota Bawaslu Lolly Suhenty: Pilkada Berjalan Baik, Terima Kasih Media!
- Ini Penjelasan Wamendagri soal Pilkada Serentak 2024