Pemilu 2024: Kemunduran Demokrasi dan Ancaman Masa Depan Agenda Kerakyatan
jpnn.com, JAKARTA - Pemilu sejatinya adalah sarana bagi kedaulatan rakyat untuk menentukan nasib dan masa depan bangsa secara demokratis.
Namun, Pemilu 2024 yang diharapkan mampu melahirkan pemimpin yang berasal dari suara rakyat berakhir buruk akibat berbagai akrobat politik dan kecurangan yang terjadi.
Hal itu disampaikan AMAN-KPA-WALHI dalam pernyataan politik bersama di Jakarta, Senin (18/3).
"Supremasi hukum runtuh dan hampir mustahil dapat tegak di tengah tata kelola pemerintahan yang sarat korupsi, kolusi, dan nepotisme tersebut. Hukum direkayasa sedemikian rupa demi melanggengkan dinasti politik. Hal ini menandakan demokrasi yang telah dibangun lebih dari dua dekade berada di tepi jurang otoritarianisme," kata Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi.
Sejak awal, banyak pihak telah mencurigai proses yang mengawali tahun politik ini dengan ragam langkah pengkondisiannya.
Banyak pihak mengendus langkah ini sebagai bagian dari praktek-praktek kecurangan yang terjadi pada Pemilu 2024.
Terlebih saat keluar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengantarkan anak sulung Presiden Jokowi menjadi calon wakil presiden dalam Pemilu 2024.
Lebih jauh, proses penunjukkan pejabat (Pj) kepala daerah sarat dengan masalah, setidaknya 101 kepala daerah telah berakhir masa jabatannya pada 2022, dan 170 kepala daerah berakhir pada 2023.
Hal itu disampaikan AMAN-KPA-WALHI dalam pernyataan politik bersama di Jakarta, Senin (18/3)
- Kewenangan Dewan Pertahanan Nasional Dianggap Berbahaya Bagi Demokrasi dan HAM
- Rommy Minta Pengurus Partai Tobat, Wasekjen PPP Bereaksi Begini
- Hadiri HUT ke-60 Golkar, Bamsoet Apresiasi Prabowo Dukung Perubahan Sistem Demokrasi
- MPR RI Berperan Penting jaga Stabilitas Demokrasi di Indonesia
- Mardiono: Kader PPP Menyalahkan Kekurangan Logistik Pas Kalah Pemilu 2024
- Demokrasi Digital Tunjuk Titi Anggraini, Meidy Fitranto, dan Emmy Samira Jadi Advisor