Pemilu Terbuka & Twit 'False Flag' Denny Indrayana

Pemilu Terbuka & Twit 'False Flag' Denny Indrayana
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Foto: dokumen JPNN.Com

Dalam operasi intelijen, bendera palsu dikibarkan untuk membuat lawan salah sasaran. Dalam dunia militer apa yang dilakukan Denny bisa disebut sebagai ’pre-emptive strike’, yang bertujuan untuk menyerang lawan sebelum lawan siap.

Istilah ini menjadi populer ketika Presiden George W Bush melakukan serangan ke Irak menyusul serangan teroris ke Menara Kembar World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001.

Peristiwa yang dikenal sebagai 9/11 itu membuat Bush memutuskan untuk menyerang Irak yang dianggap melindungi Osama bin Laden yang dicurigai sebagai mastermind serangan terhadap WTC.

Presiden Irak Saddam Husein diduga menyimpan weapon of mass destruction (WMD) alias senjata pemusnah massal yang bisa dipakai untuk menyerang dan menghancurkan Amerika Serikat. Maka, Bush pun memerintahkan untuk menyerang dan menundukkan Irak sebelum negara itu menyerang Amerika.

Serangan dini itu disebut sebagai doktrin pre-emptive strike yang kemudian terkenal di seluruh dunia. Serangan Bush terhadap Irak itu belakangan terbukti salah.

Tidak ada WMD yang ditemukan di Irak. Amerika meminta maaf dan mengaku salah, tetapi misi untuk mengalahkan Saddam Husein melalui doktrin preemptive strike berjalan sukses.

Dibandingkan dengan serangan dini Bush ke Irak, Denny sukses melakukan hal yang sama. Dia menyerang dengan bom cuitan yang menghasilkan ledakan dahsyat.

Denny mencurigai MK mempunyai senjata tersembunyi sejenis WMD yang bisa meledak setiap saat dan bisa menghancurkan demokrasi. Oleh karena itu, WMD milik MK itu harus dihancurkan sebelum dipakai untuk menghanacurkan demokrasi.

Serangan pre-emptive berikut yang patut diwaspadai adalah cuitan Denny Indrayana tentang Presiden Joko Widodo layak dimakzulkan atau di-impeach.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News