Pemimpin Sekte Maut Bertemu Ajal di Tiang Gantungan

jpnn.com, TOKYO - Shoko Asahara akhirnya menerima hukuman setimpal. Pendiri sekaligus pemimpin tertinggi sekte Aum Shinrikyo yang memiliki nama asli Chizuo Matsumoto itu dieksekusi mati, Jumat (6/7). Begitu pula dengan enam orang lain yang merupakan anggota sekte.
Mereka dinyatakan bersalah atas 13 serangan yang mereka lakukan pada 1980–1990an. Total, ada 27 orang yang tewas dan ribuan lainnya luka atas ulah sadis kelompok tersebut.
’’Saya rasa hukuman eksekusi itu sudah benar,’’ ujar Shizue Takahashi, salah seorang keluarga korban, sebagaimana dilansir Reuters.
Suaminya merupakan salah seorang korban tewas dalam serangan gas sarin di kereta bawah tanah Tokyo pada 20 Maret 1995 lalu. Peristiwa tersebut mengakibatkan 13 orang tewas dan sekitar 5.800 orang luka-luka.
Pada saat kejadian, suami Takhashi yang merupakan pegawai kereta api berusaha membuang paket berisi sarin dari gerbong.
Berdasar survei, mayoritas penduduk Jepang memang setuju dengan hukuman mati untuk dalang dan pelaku serangan dua dekade lalu itu. Meski, beberapa lembaga HAM menyatakan sebaliknya.
Di Jepang, hukuman mati dilakukan dengan cara digantung. ’’Kejahatan yang mereka lakukan sangat mengerikan,’’ ujar Menteri Kehakiman Jepang Yoko Kawakami.
Sebagai dalang utama, Matsumoto digantung lebih dulu. Enam orang lainnya –yaitu Tomomasa Nakagawa, Tomomitsu Niimi, Kiyohide Hayakawa, Yoshihiro Inoue, Seiichi Endo, dan Masami Tsuchiya– menyusul kemudian.
Shoko Asahara akhirnya menerima hukuman setimpal. Pendiri sekaligus pemimpin tertinggi sekte Aum Shinrikyo itu dieksekusi di tiang gantungan, Jumat (6/7).
- Kementan Bersama NCA dan UGM Menggelar Konsultasi Bekerja di Pertanian Jepang
- Krisis Pangan Global Mulai Terjadi, Bagaimana Status Indonesia?
- Mentrans Iftitah Harap Jepang Berinvestasi di Kawasan Transmigrasi
- Ditangkap Polisi, Bandar Sabu-Sabu di OKU Selatan Terancam Hukuman Mati
- Belajar dari Jepang, Program MBG Perlu Kolaborasi Semua Pihak
- Korut Tegaskan Senjata Nuklir untuk Keperluan Tempur, Bukan Barang Tawar-Menawar