Pemulihan Industri Penerbangan Butuh Insentif Pemerintah

Fleksibilitas pembayaran ke Pertamina, menurut Denon, terkait dengan biaya avtur. Biaya bahan bakar ini memakan 40-45 persen biaya operasional maskapai. Sementara, Pertamina adalah penyedia avtur satu-satunya di tanah air.
“Kami mohonkan adalah fleksibilitas mekanisme pembayaran biaya-biaya, seperti biaya avtur, navigasi, dan biaya-biaya kebandaraan lainnya dari Airnav dan Angkasa Pura,” ujarnya.
Sejauh ini, menurut dia, BUMN pun belum menyetujui permintaan fleksibilitas pembayaran tersebut.
Secara terpisah, CEO Indonesia AirAsia Veranita Yosephine mengatakan bahwa pihaknya senantiasa bernegosiasi dengan pengelola bandara terkait biaya parkir pesawat yang tidak aktif untuk mendapatkan penundaan atau pemotongan biaya. Selain itu, maskapai juga mengharapkan adanya subsidi biaya tersebut sebagai bentuk dukungan pemerintah.
Menurut Yosephine, industri penerbangan juga akan terbantu dengan adanya percepatan vaksinasi dan upaya-upaya mempermudah tes Covid-19 untuk meringankan biaya perjalanan dengan transpotasi udara.
Saat ini, salah satu insentif yang telah terealisasi adalah keringanan biaya Passenger Service Charge (PSC) untuk mendorong masyarakat bepergian dengan maskapai penerbangan.
“Kami terus berkoordinasi dengan otoritas, asosiasi dan pemangku kepentingan penerbangan agar bisa bertahan dan pulih dari kondisi dampak pandemi ini,” pungkasnya.(jlo/jpnn)
Insentif pajak diperlukan guna pemulihan industri penerbangan dari keterpurukan imbas pandemi.
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh
- Jelang Mudik Lebaran, Pertamina Turunkan Harga Avtur di 37 Bandara
- Sri Mulyani Terbitkan Aturan Insentif Pajak Kendaraan Listrik
- Punya Prestasi Bagus, Fly DBA Indonesia Raih Penghargaan Tertinggi dari Saudia Airlines
- Penyebab Pemerintah Batal Beri Insentif ke 3 Komoditas
- Mohon Diperhatikan, Insentif Pemerintah Tidak Cukup Bantu Masyarakat
- Menekraf Gandeng Maskapai Penerbangan untuk Majukan Ekonomi Kreatif Indonesia