Penang dan Konservasi

Penang dan Konservasi
Penang dan Konservasi
Pada awalnya, banyak pihak beranggapan bahwa pembatasan-pembatasan yang terkait dengan status Warisan Dunia akan menjadikan Georgetown tertinggal ke belakang dalam perlombaan mengembangkan dan memodernisasi kota. Pengembang properti khususnya mengkritik pedas atas peraturan baru yang dibawa status Warisan Dunia ini, bahkan mereka memprediksi stagnasi dan penurunan untuk kota yang dibanggakan sebagai pusat perdagangan.

Kenyataannya justru sebaliknya. Pada tahun 2008, pusat historis Georgetown (mencakup beberapa 58 mil persegi) telah menyaksikan ledakan yang mengejutkan. Penekanan pada budaya dan sejarah (khususnya ciri khas Baba Nyonya) telah membawa jumlah wisatawan dari berbagai belahan Asia Tenggara ke Penang. Warga Singapura –yang kita ketahui memiliki tingkat pertumbuhan yang pesat dengan sejarah perkotaan mereka yang telah hancur—telah menjadi pengunjung tetap yang sangat antusias.

Dengan jumlah wisatawan yang meningkat, banyak orang mulai bosan dengan tujuan pantai, paket hiburan yang sempurna dan mall yang ber-AC, harga properti di kawasan Warisan Dunia telah meroket secara dramatis dan jalanan sekalipun telah direklamasi menjadi sebuah bisnis.

NarelleMcMurty, pemilik dari China House menjelaskan: “di masa lalu, Chulia Street ditutup dan sepi ketika waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Sekarang dengan pertumbuhan jumlah wisatawan dan bahkan penduduk asli Penang sendiri yang menjadi pengunjung, daerah ini menjadi hidup dan ramai hingga tengah malam. Penduduk setempat memperoleh kembali dan menikmati pusat kota yang bersejarah untuk mereka sendiri dan dalam prosesnya kemudian, banyak orang yang melakukan bisnis yang besar!”

KETIKA Gubernur Jakarta Pak Joko Widodo (“Jokowi”) sedang mencoba untuk mengatasi banjir yang menghebohkan kota dan menimbulkan masalah

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News