Penanganan Kasus Heli AW 101 Tumpang Tindih
jpnn.com, JAKARTA - Sidang praperadilan yang diajukan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh, terkait penetapan tersangka oleh KPK, digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/11).
Dalam sidang beragendakan pembacaan tanggapan oleh pemohon tersebut, Irfan menyampaikan bahwa penanganan kasus dugaan korupsi pembelian Heli Agusta Westland (AW) 101 tidak sesuai KUHP dan UU Peradilan Militer.
Dia menyatakan penanganan kasus dugaan korupsi yang juga mentersangkakan lima anggota TNI AU itu sangat tumpang tindih. Irfan mengemukakan tiga hal yang harus diperhatikan dalam penanganannya.
"Pertama, tidak sesuai dengan Pasal 89 KUHAP dan Pasal 198 dalam UU Peradilan Militer, di mana kasus semacam ini ada konektivitas dan baru pertama kali terjadi di Indonesia," kata Irfan membacakan tanggapan di hadapan audiens, perwakilan KPK dan hakim.
Kedua, dalam menetapkan tersangka, pengendalian dan koordinasi kasus ini dilakukan bukan oleh KPK melainkan oleh militer. Dia mencontohkan penyitaan barang bukti yang dilakukan di rumahnya oleh POM TNI.
"Pengendali dan koordinasi kasus ini bukan oleh KPK, buktinya penyitaan di rumah pemohon dan kantor pemohon dilakukan oleh POM TNI bukan oleh KPK," ucap Irfan.
Hal tersebut juga dikuatkan oleh pernyataan Ketua KPK, Agus Rahardjo, bahwa posisi KPK dalam kasus ini hanya membantu.
"Bahasa memback up itu berbeda dengan operator. Jadi ini yang bekerja TNI," tegas pemohon.
Penanganan kasus dugaan korupsi yang juga mentersangkakan lima anggota TNI AU itu sangat tumpang tindih
- Ipda Mansyur Pastikan Kasus Firli Bahuri Belum Berhenti
- Merasa Dikriminalisasi, Notaris Emeritus Wahyudi Suyanto Ajukan Praperadilan
- KPK Dinilai Perlu Studi ke Kejagung agar Tidak Mudah Kalah di Pengadilan
- Hakim Heru Hanindyo Tersangka Suap Vonis Ronald Tannur Ajukan Praperadilan
- KPK Lanjutkan Penyidikan Kepada Karna Suswandi
- Tok, Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Tom Lembong