Pendatang di Ilaga Papua Mengungsi, Trauma Mendengar Bunyi Senjata Setiap Hari

Pendatang di Ilaga Papua Mengungsi, Trauma Mendengar Bunyi Senjata Setiap Hari
Warga mengungsi dengan penjagaan aparat keamanan di Bandara Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, Selasa (1/10). Sevianto Pakiding/wpa/ama/Antara Foto.

jpnn.com, ILAGA - Aksi kelompok kriminal separatis bersenjata menjadi momok buat warga pendatang di Ilaga, ibu kota Kabupaten Puncak, Papua. Para pendatang terpaksa mengungsi ke Timika, ibu kota Kabupaten Mimika dalam sepekan terakhir.

"Orang-orang masih trauma karena setiap hari selalu mendengar bunyi letusan senjata api. Rata-rata warga pendatang tidak mau bertahan di Ilaga, karena takut menjadi korban atau sasaran tembak," kata Fredy Rombe Sirudu, pengungsi dari Ilaga, yang pada Sabtu (5/10) siang tiba di Bandara Mozes Kilangin Timika.

Fredy tiba di Timika bersama 35 warga Ilaga yang berasal dari Tanah Toraja, Sulawesi Selatan. Ia bersama pengungsi Ilaga lainnya kemudian dibawa ke Gedung Tongkonan milik Ikatan Keluarga Toraja (IKT) Mimika di Jalan Sam Ratulangi, Sempan, Timika.

Menurut Fredy, yang sehari-hari bekerja sebagai pendamping desa di Kabupaten Puncak, dari Sabtu pagi hingga siang ada sepuluh penerbangan pesawat perintis dari Bandara Aminggaru Ilaga menuju Bandara Mozes Kilangin Timika untuk mengangkut pengungsi. Pesawat rata-rata mengangkut sembilan hingga sepuluh pengungsi dalam sekali penerbangan.

Dia menuturkan, jumlah warga luar Papua yang mengungsi dari rumah mereka ke Kantor Komando Rayon Militer, Kepolisian Sektor, markas Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara, dan markas Komando Taktis Korps Brigade Mobil di Ilaga hingga kini masih ratusan dan semuanya ingin segera dievakuasi ke Timika.

Namun, layanan penerbangan dari Ilaga ke Timika yang rata-rata menggunakan pesawat jenis Grand Caravan hanya bisa mengangkut sepuluh sampai sebelas orang sekali terbang. Itu pun dengan biaya sewa pesawat beberapa puluh juta rupiah.

"Kalau orang pemerintah (pegawai Pemkab Puncak), rata-rata mereka diangkut dengan pesawat Dabi Air Nusantara milik Pemkab Puncak. Namun, sehari hanya bisa terbang tiga kali dari Ilaga ke Timika," kata Fredy.

"Kalau masyarakat umum harus carter pesawat sendiri dengan biaya sekitar Rp30 juta sampai Rp35 juta sekali terbang. Kami harus patungan bayar ongkos carter pesawat, rata-rata Rp3 juta per penumpang," ia menambahkan.

Rata-rata warga pendatang tidak mau bertahan di Ilaga, karena takut menjadi korban atau sasaran tembak.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News