Peneliti Australia Beberkan Potensi Masalah Terkait Vaksinasi COVID-19 di Indonesia
Ines juga mengingatkan kondisi pandemi di Indonesia yang juga bisa memperlambat proses vaksinasi, terlebih karena melakukan vaksinasi adalah tenaga kesehatan yang saat ini sedang sibuk dengan perawatan kasus.
"Jadi jangan lupa, yang akan melakukan vaksinasi itu adalah orang-orang yang saat ini sudah di bawah tekanan. Bagaimana caranya mau dipercepat kalau mereka masih menangani kasus?"
Pembatasan yang 'penuh negosiasi' dan salah kaprah angka kesembuhan
Untuk menangani situasi di Indonesia, Pemerintah telah menetapkan aturan pembatasan terbaru yang mulai berlaku pada Senin (11/01) lalu.
Dokter Rakhmad Hidayat, dokter ahli syaraf dari RS universitas Indonesia menilai, pembatasan hanya bisa efektif dan berguna jika dilakukan sepenuhnya.
"Jadi kalau ada jam malam atau jam pagi, semuanya ikut, semuanya kerja dari rumah, dan yang boleh buka hanya toko kelontong, Gojek, Gosend, dan nakes yang kerja [di luar rumah]."
Menurut dr Rakhmad, jika pembatasan aktivitas bisa dilakukan sepenuhnya selama 14 hari saja, angka kasus dapat turun sebanyak 25 hingga 30 persen.
Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health di Griffith University di Australia, dr Dicky Budiman menilai aturan pembatasan yang berlaku saat ini juga tidak tegas.
Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang menerima vaksin COVID-19 di Indonesia, bersama dengan sejumlah perwakilan dari kalangan pejabat publik, tenaga kesehatan, tokoh agama dan tokoh publik lainnya
- Universitas Australia Akan Jadi yang Pertama Gunakan AI di Asia Pasifik
- Dunia Hari Ini: Pesawat Azerbaijan Airlines yang Jatuh Kemungkinan Ditembak Rusia
- Rencana Indonesia Bangun Pembangkit Tenaga Nuklir Dikhawatirkan Memicu Bencana
- Dunia Hari Ini: Dua Negara Bagian di Australia Berlakukan Larangan Menyalakan Api
- Lukisan Aktivis
- Dunia Hari Ini: Harvey Moeis Divonis Enam Setengah Tahun Penjara