Pengabdian Tanpa Batas si Perawat Cantik Najemah di Daerah Terisolir

Pengabdian Tanpa Batas si Perawat Cantik Najemah di Daerah Terisolir
Para bidan honorer di Kolut yang sedang menuju ke rumah pasien. Foto: Muh Rusli/Kendari Pos/JPNN.com

"Mereka itu kami belikan pembeli bensin dan rokoknya. Tak enak juga sudah susah payah bantu kita tapi tidak diberi sesuatu," ungkap alumni Akper Angin Mamiri Makassar itu.

Di Dusun IV Toratuo memang tidak ada petugas kesehatan. Di sana terdapat 34 KK, ada 20 balita dan pelajar dengan jumlah yang sama. Kalau ada warga yang sakit, maka keluarga tidak mampu berbuat apa-apa.

Hanya sekali seminggu mereka turun gunung mengingat perjalanan yang jauh dan akses sulit hingga pengobatan kerap terlambat.

"Pernah ada ibu hamil mau cek kesehatan dengan turun ke kecamatan tetapi terjatuh di tengah perjalanan dan pendarahan. Mau lanjut susah kembali pun jauh. Tetap akhirnya dikembalikan ke gunung dan dipanggil bidan ke sana," ceritanya.

Peristiwa inilah membuat Najemah iba dan tidak berpikir panjang untuk rela bertaruh nyawa, untuk naik-turun gunung melalui medan ekstrim melakukan pelayanan vaksin bagi para balita hingga memeriksa kesehatan para warga di wilayah pegunungan itu.

Padahal, di awal menjelajah sudah sempat menyerah karena merasa tidak sanggup melakukan perjalanan secara rutin dengan medan berbahaya seperti itu.

"Saya bilang mungkin yang pertama dan terakhir. Tetapi saya sadar kalau mereka (warga) sangat membutuhkan pelayanan kesehatan dan obat-obatan," tuturnya.

Jen, sapaan Najemah selalu semangat menjalani perjalanan itu karena disamping Srinaengsih yang mendampinginya, Yunira dan Nuraeni juga tak pernah menolak ajakan untuk naik turun gunung demi kesehatan para warga di sana khususnya balita.

Desa Torotuo Kecamatan Rante Angin di Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara, tergolong daerah terisolir. Tidak ada Puskesmas apalagi perawat yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News