Pengacara Hedon, Rakyat Tekor: Rp 60 Miliar untuk Menyapu Rp 17,7 Triliun

Oleh: M. Afif Kurniawan

Pengacara Hedon, Rakyat Tekor: Rp 60 Miliar untuk Menyapu Rp 17,7 Triliun
Palu hakim simbol putusan pengadilan. Foto/ilustrasi: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - Di tengah suara rakyat yang makin berat menanggung beban—harga kebutuhan pokok yang melonjak, subsidi yang dikurangi, dan utang negara yang membengkak—ada sekelompok orang yang hidup dalam dunia paralel.

Bukan pejabat publik, bukan juga konglomerat langsung. Mereka adalah segelintir pengacara elit, seperti Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri, yang menjadikan hukum bukan sebagai alat keadilan, tetapi panggung “flexing” sosial dan kekuasaan senyap.

Di saat banyak keluarga menjual motor demi menyekolahkan anak, mereka makan siang di restoran tempat harga nasinya bisa menutup listrik satu RT. 

Namun, ini bukan sekadar soal gaya hidup mewah. Ini soal bagaimana mereka menggunakan keahlian hukum untuk menyusun skema yang merugikan negara dan melecehkan konstitusi.

Kedua nama itu belakangan makin terkenal. Bukan karena prestasi, melainkan publik mengenalnya karena anasir korupsi. Kejaksaan menahan keduanya karena diduga terlibat dalam praktik suap.

Tak main-main, yang disuap adalah hakim, sang pengadil yang seharusnya memperjuangkan keadilan, bukan kebatilan.

Dalam kasus korupsi ekspor CPO, tiga raksasa sawit—Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group—dinyatakan merugikan negara hingga Rp17,7 triliun. Namun, alih-alih mengembalikan kerugian tersebut, jalan pintas diambil.

Melalui suap senilai Rp 60 miliar kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta—dengan peran penting panitera Wahyu Gunawan dan pengacara elit yang mengatur semuanya—putusan pengadilan menjadi ajaib: para terdakwa dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana.

Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri menjadikan hukum bukan sebagai alat keadilan, melainkan panggung flexing sosial dan kekuasaan senyap.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News