Pengacara Hedon, Rakyat Tekor: Rp 60 Miliar untuk Menyapu Rp 17,7 Triliun

Oleh: M. Afif Kurniawan

Pengacara Hedon, Rakyat Tekor: Rp 60 Miliar untuk Menyapu Rp 17,7 Triliun
Palu hakim simbol putusan pengadilan. Foto/ilustrasi: dokumen JPNN.Com

Di tangan mereka yang berkuasa, hukum menjadi komoditas—diperjualbelikan, dinegosiasikan, dan diperdagangkan seperti saham.

Di Mana Letak Pelanggaran Hukumnya?

Kasus ini setidaknya memenuhi unsur pelanggaran berat terhadap:
* Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (suap terhadap penyelenggara negara), yang ancaman pidananya mencapai 20 tahun.
* Pasal 21 UU Tipikor (menghalang-halangi proses hukum), khususnya bagi pihak-pihak yang memfasilitasi pembebasan secara tidak sah.
* Pasal 55 KUHP (turut serta dalam tindak pidana), karena skema ini dilakukan secara kolektif, terstruktur, dan terencana.

Lebih jauh, jika dilihat dari kerugian negara dan sifat terorganisirnya, maka dasar untuk mempertimbangkan hukuman maksimal—bahkan hukuman mati—sangat terbuka.

Pasal 2 UU Tipikor secara eksplisit menyebut bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan jika korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu, termasuk merugikan keuangan negara dalam jumlah besar dan berdampak sistemik.

Butuh sebuah keberanian memang untuk menerapkan sanksi ini. Tapi, melihat dampaknya, bukan tidak mungkin memunculkan efek jera.

Bukan cuma pelaku yang kita lihat sekadar mengernyitkan dahi, lalu tersenyum simpul karena tahu hukum bisa dibeli.

Hukum Jangan Jadi Lelucon Bertarif Tinggi

Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri menjadikan hukum bukan sebagai alat keadilan, melainkan panggung flexing sosial dan kekuasaan senyap.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News